SEORANG perempuan mantan buruh migran (PBM) yang didampingi oleh Solidaritas Perempuan Palu, menyampaikan puisi berjudul “Kisahku Seorang Buruh Migran, Berkelana Menuntut Masa Depan.” Puisi tersebut menggambarkan perjuangan seorang perempuan buruh migran yang berangkat bekerja ke luar negeri demi memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anaknya.

“Puisi ini saya tulis sendiri berdasarkan kisah saya selama berada di Arab Saudi, saya tulis untuk berbagi pengalaman dengan perempuan lainnya. Agar ketika bekerja keluar negeri lebih hati-hati. Jika ingin bekerja kesana, pastikan diberangkatkan secara legal atau prosedural.”

Demikian aku Herlin perempuan mantan buruh migran asal Sigi, pada peringatan 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan di Taman Nasional depan Gedung Juang Kota Palu, Sabtu (2/12) malam lalu.

Banyaknya kasus kekerasan yang dialami perempuan buruh migran, baik di rumah maupun di tempat kerja, menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi. Selain itu, berbagai bentuk kekerasan seperti trafficking, ketidaksesuaian gaji, penempatan tidak sesuai, kekerasan fisik, jam kerja berlebihan, kekerasan seksual, kekerasan psikis, intimidasi, dan penipuan, menjadi fokus perhatian.

Herlin juga menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2023, setidaknya ada 8 kasus indikasi trafficking yang dilaporkan ke Solidaritas Perempuan Palu. Proses rekrutmen seringkali melibatkan penipuan, iming-iming, penjeratan utang, hingga kekerasan terhadap calon buruh migran.

“Sepanjang tahun 2023 setidaknya ada 8 kasus indikasi trafficking, yang terlapor ke Solidaritas Perempuan Palu. Dimana pada prosesnya perempuan calon buruh migran telah seringnya mengalami penipuan, iming-iming, penjeratan utang hingga kekerasan,” katanya.

Dalam konteks ini, peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menjadi platform penting untuk terus mengadvokasi hak-hak perempuan, mendengarkan keluhan dan pengalaman perempuan. Dengan demikian, diharapkan masyarakat bersama-sama berupaya memberantas kejahatan dan kekerasan terhadap perempuan, baik di rumah maupun di tempat kerja.

Kegiatan itu digelar oleh Gerakan Perempuan Bersatu (GPB) di Sulawesi Tengah, termasuk aliansi Civil Society Organization (CSO) seperti SP Palu.

Ananda Farah Lestari, Koordinator Program Solidaritas Perempuan (SP) Palu, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengadvokasi hak-hak perempuan dan mendorong upaya konkret dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Pada acara tersebut,

Melihat situasi kekerasan yang dialami perempuan buruh migran, perempuan menuntut Pemerintah Kabupaten Sigi untuk mengimplementasikan PERDA Kabupaten Sigi Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Penerapan peraturan tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan buruh migran dan mengurangi risiko kekerasan yang mereka hadapi.

Reporter: IRMA
Editor: NANANG