Negara ini, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah menetapkan masa kampanye, dimulai tiga hari setelah ditetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR/DPD/DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta Paslon Presiden/Wakil Presiden, sampai dimulainya masa tenang.
Kampanye yang dimaksud, diantaranya pemasangan alat peraga di tempat umum, baik baliho, spanduk, dan selebaran yang memuat logo dan/atau nomor urut parpol yang telah ditetapkan KPU sebagai peserta Pemilu.
Inilah rujukan utama masa kampanye yang mesti ditaati semua pihak, utamanya peserta Pemilu, dalam hal ini calon legislative, presiden dan wakil presiden beserta partai politik.
Artinya, masa kampanye baru bisa dimulai pada tanggal 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Di luar waktu tersebut, maka bisa dikategorikan “kampanye di luar jadwal” sebab dianggap sudah mengkampanyekan citra diri sebagai peserta Pemilu.
Fenomena bertentangan ini nyata hampir di setiap titik yang ada di Kota Palu, belum termasuk di daerah lainnya. Yang paling nyata terlihat adalah baliho bergambar orang-orang yang berniat maju sebagai anggota legislative, disertai logo partainya.
Karena masuk kampanye di luar jadwal, maka sangat berpotensi masuk dalam pelanggaran tahapan Pemilu dan berkonsekwensi pelanggaran administrasi dan pidana Pemilu. Jika terbukti masuk ranah pidana Pemilu, maka bisa terancam pidana penjara satu tahun dan denda Rp12 juta.
Fenomena ini patutlah menjadi pelajaran bagi semua. Bagi peserta Pemilu, entah calon legislative maupun partai politik, haruslah sadar diri dengan berbagai instrument-instrumen hukum yang sudah tersaji jelas di depan mata.
Taat asas bukanlah aib. Alangkah eloknya jika yang bersangkutan dengan dugaan pelanggaran aturan ini menyikapinya dengan bijak, menurunkan sendiri alat peraganya.
Bagi masyarakat selaku pemilih, saatnya melihat siapa yang pantas dipilih nanti. Mereka yang sudah menyosialisasikan diri secara “dini” saat ini, mungkin belum mengetahui bahwa belum masanya tampil ke public dengan cara-cara seperti itu, dan jika yang bersangkutan mau bersabar diri menunggu masa kampanye sesuai waktu yang ditentukan dengan menurunkan sendiri alat peraganya yang telah terpasang, boleh jadi dia memiliki akhlak yang baik dan taat hukum.
Tapi jika sudah tahu aturan, masih saja “ngotot” enggan bergeming, maka masyarakatlah yang bisa menilai, seperti apa nantinya jika yang bersangkutan duduk menjadi wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah yang TERHORMAT itu.
Maka, terhormatlah dalam berkompetisi jika mau disebut anggota dewan yang terhormat! Wallahu a’lam. ***