Berita Hoaks dan Upaya Mendelegitimasi KPU

oleh -

OLEH: SAHRAN RADEN*

Mendekati hari pemungutan dan penghitungan  suara pemilu 2019 untuk memilih  Presiden dan wakil Presiden , DPR, DPD dan DPRD pada 17 April 2019, berbagai kabar bohong (hoaks) mulai mendera terhadap penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Berita hoaks disebar sebagai upaya mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu, bahwa KPU adalah lembaga yang tidak dipercaya. Kita memiliki penyelenggara pemilu yang melaksanakan  pemilu telah berbuat curang sedari awal tahapan. Ancaman ini menjadi serius jika selanjutnya  kepercayaan masyarakat terhadap KPU menjadi menurun dan membahayakan hasil pemilu. Begitu target dan tujuan mereka yang mengganggu dan orang jahat  yang mengancam pemilu ini terhadap trust KPU.

FAKTA BERITA HOAKS PEMILU

Beberapa fakta yang digulirkan dan mendera KPU selama 2 bulan terkahir ini adalah masalah DPT Ganda dengan jumlah yang sangat fantastis yakni 25 juta pemilih. Mendata orang gila ke dalam DPT, Kotak suara kardus dan terakhir adalah 7 kontainer surat suara yang di coblos  pada pasangan Nomor urut 1 Jokowi – Ma’aruf Amin.

Terhadap fakta berita hoaks diatas, memang menguras energi KPU untuk membuktikan kinerjanya menjadi penyelenggara pemilu yang mandiri, independen dan profesional.  Untuk 25 juta pemilih ganda telah diselesaikan dengan baik oleh KPU. Prinsip penyusunan data pemilih yang konfrehensif, valid dan aquntabel telah dilaksanakan sesuai  UU dan Peraturan KPU.

KPU membantah adanya pemilih ganda mencapai 25 juta. Bahkan, KPU menargetkan, jumlah pemilih ganda hanya mencapai 1 persen setelah dilakukan perbaikan.

BACA JUGA :  Aspek Hukum, Polemik Larangan Kampanye atau Tindakan Pemerintah pada Norma Pasal 71 UU Nomor 10

Kinerja perbaikan DPT ditunjukan KPU dengan baik sampai dengan tahap penetapan DPTHP 2 selesai dengan baik dan diterima semua pihak.

Kemarin publik tersentak dengan adanya berita Hoaks terkait 7 kontainer surat suara yang di kirim dari Cina. Sebelumnya, kabar ini juga diinformasikan melalui Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief di akun Twitternya. Andi meminta agar kabar adanya tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok itu dicek. Namun, saat dicek kembali, cuitan Andi Arief ini sudah dihapus.

Kabar hoax yang beredar itu menyebut ada 70 juta surat suara yang sudah dicoblos di nomor urut 01 dalam tujuh kontainer. Di rekaman itu juga menyebutkan surat suara itu berasal dari China dan sudah disita TNI AL.

Namun KPU memastikan itu berita bohong alias hoax.  KPU memastikan kabar terkait adanya tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, adalah bohong. Hal itu disampaikan setelah KPU mengecek kontainer di Tanjung Priok. “Tidak ada, itu tidak benar, tidak ada TNI AL yang menemukan itu dan tidak benar. Kata Arief Budiman Ketua KPU. Arief menegaskan kabar surat suara yang berjumlah 70 juta dan sudah dicoblos di nomor 01 itu adalah berita bohong. Pihaknya juga sudah melapor ke polisi mengenai penyebar berita bohong itu. Jadi semuanya itu tidak benar, itu berita bohong.

BACA JUGA :  Authority Bawaslu Sebelum Penetapan Calon dalam Pemilihan Kepala Daerah

Faktanya bahwa Surat Suara Pemilu baru  akan dicetak pada tanggal 16 Januari 2019. Saat ini masih proses tender, jadi surat suara belum di cetak. Apalagi dikirim dari Cina.

ANCAMAN HOAKS BAGI STABILITAS PEMILU

Riset Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia dari Juli hingga September lalu menemukan tak kurang dari 230 kabar bohong beredar di masyarakat. Sekitar 58,7 persen di antaranya berkaitan dengan pemilihan presiden. Sebagian besar menyudutkan calon lawan. Sisanya berusaha membangun citra positif calon tertentu lewat klaim palsu. sejumlah riset di beberapa negara menunjukkan kabar bohong yang terus disebar bisa dianggap sebagai kebenaran. Penyebabnya, para penyebar hoaks sangat ahli menyamarkan kebohongan.  Pemilih yang kurang kritis pun mudah terjebak dalam “bias konfirmasi”. Mereka cenderung mencari informasi yangmengukuhkan keyakinan atau pilihan politiknya sendiri tanpa menguji kebenaran informasi tersebut.

Hoaks politik sejatinya tak hanya merugikan pihak yang diserang. Berkaca pada pemilihan presiden 2014, hoaks bermuatan fitnah dan ujaran kebencian terbukti memicu perpecahan di kalangan masyarakat. Untung saja, meski sempat memanas, suhu politik setelah pemilu presiden 2014 bisa kembali ke titik normal.

BACA JUGA :  Putusan Self-Executing MK dan Demokrasi Konstitusional

Berita bohong telah mengancam sendi sendi kebangsaan terutama toleransi politik dan demokrasi dalam suatu negara. Pemilu yang diharapkan berjalan dengan damai untuk mentransfer kekuasaan politik negara, akhirnya  menjadi suatu yang mencoreng dan merusak sendi sendi  kebangsaan dan demokrasi di Indonesia.

Penyebaran hoax yang marak terjadi bisa menjadi ancaman serius bagi stabilitas nasional dan pemilu  Indonesia.

Berita bohong dan ujaran kebencian dapat berdampak pada Keamanan pemilu  yang tidak terjamin karena kondisi politik, gangguan intoleransi, gangguan radikalisme mengakibatkan keamanan terganggu dan dampak besarnya adalah terganggunya dan terhambatnya pemilu.

Saat ini sudah seharusnya KPU dan masyarakat bersama sama melawan berita bohong yang menciptakan kondisi pemilu terganggu. Selain melaporkan kepada polisi terhadap pihak pihak yang diduga jahat menyebarkan berita bohong, juga diminta kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran berpemilu yang taat hukum. Begitu pula kepada peserta pemilu bersama membangun kehidupan politik yang damai dan menjalankan aturan pemilu dengan konsisten dan taat hukum. ***

*Penulis adalah Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2018-2023