Lalu ke mana setoran selanjutnya, apakah hanya untuk mereka-mereka yang ada di lokasi?
Tentu tidak. Ini larinya ke level pimpinan menengah, ke Pejabat Kehutanan, Pejabat di Dinas Lingkungan hidup hingga para pejabat di kantor pemerintahan. Di PETI Kayuboko, hasil dari pengeoperasian alat berat adalah diperuntukan pada salah satu pimpinan yang masuk kategori APH yang menjabat di wilayah itu.
Anda tahu berapa hitung-hitungan sewa alat berat di lokasi PETI?
Hitungan sewa exavator itu per jamnya 500 ribu rupiah dikali 24 jam, berarti 12 juta rupiah. Selanjutnya 24 jam dikalikan tujuh, lebih kurang 168 jam, kalau dikali 500 ribu, bisa sampai 8 juta. Segitu yang diterima oleh pejabat dari APH. Bagaimana jika kita kalikan empat minggu, maka ada 344 juta yang masuk ke petinggi atau pejabat dari APH setempat, ya lebih-kurang segitulah.
Selain setoran dari sewa menyewa alat berat, adakah sumber lain yang didapat APH dan atasannya?
Sewa alat berat itu baru satu item. Belum BBM (bahan bakar minyak). Merujuk pengalaman Kayuboko beberapa waktu lalu, untuk solar, yang menjual dan menampung itu ada di kos warna-warni di dekat lokasi PETI. Kios itu yang menjual kembali ke pihak-pihak yang melakukan aktivitas pengerukan material. Mereka juga anggota dari APH setempat, tentunya dengan harga ratus kali lipat per liternya, lebih jauh. Bahkan di areal rumah jabatan APH, dijadikan tempat penampungan BBM jenis solar. Yang memobilisasi, mengawal pengangkutan adalah struktur kelembagaan dari APH yang berada pada tingkat desa/kelurahan. Malah kalau di Kayuboko, beberapa waktu yang lalu, ada semacam pernyataan tertulis serta berapa nominal aliran dana ke mana, itu ditandatangani pejabat sipil setempat ketika itu. Belum lagi, dump truck. Itu ada ratusan dump truck yang beroperasi di sana, berapa sewa per unit perjamnya ke pihak yang dipercaya mengurus itu, berapa ke pemilik lahan atau ke pemodal yang melakukan aktivitas pengerukan atau yang melakukan penambangan (PETI).
Dari semua kejadian akibat praktik PETI di beberapa wilayah ini, Anda tahu siapa “pemain” di belakangnya?
Petaka yang menelan korban 8 orang meninggal dunia, delapan orang mengalami luka berat karena terjadi longsor di PETI Buranga, ditambah tingginya curah hujan saat peristiwa Rabu 2021 lalu, ceritanya nyaris sama. Pemodalnya, baik lokal Sulawesi Tengah maupun dari luar ketika itu, salah satunya adalah pemain di Bombana Sultra sana. Dia ikut main di Buranga.
Bagaimana bisa dia bisa ikut “main” di Buranga?
Ada komunikasi, karena hubungan kekerabatan. Siapa yang menjemput dan siapa yang mengawasi sekaligus mengawal PETI di Buranga sana, tidak lain adalah anggota pada salah satu unit dalam struktur kelembagaan dalam kategori APH yang kebetulan lahir dan besar di Buranga. Belum lagi anggota APH yang menduduki atau ditunjuk dalam jabatan yang struktur kelembagaan tersebut. Mereka pasti tahu pasti, tahu persis aktivitas di areal tersebut. Saya memastikan bahwa mereka setiap waktu melaporkan peristiwa-peristiwa menyolok yang terjadi pada wilayah di mana mereka ditempatkan. Bahkan ada salah satu pejabat pada struktur kelembagaan di tingkat kecamatan yang kebetulan saya kenal baik, dan saya faham betul karakter serta sepak terjangnya. Di manapun kami ketemu, kepada saya yang bersangkutan selalu memanggil saya ayah Alif.
Informasi apa yang Anda dapat dari dia?
Tahu tidak apa penjelasannya ke saya. Saat sebelum naik ke lokasi, secara kebetulan kami ketemu di warung bakso di pertigaan pada jalan menuju lokasi. Ketika saya tanya terkait peristiwa serta aktifitas PETI itu sejak kapan, jawabannya benar-benar di luar nalar. Dia mengaku bahwa betul-betul tidak pernah tahu semenjak kapan, malahan kalau tidak ada kejadian longsor yang menelan korban, dia betul-betul tidak tahu ada aktivitas pertambangan di wilayah kerjanya. Nanti ada peristiwa longsor ini, dia baru naik dan itupun tidak bisa berbuat banyak, karena semua diambil alih oleh kelembagaan satu tingkat di atasnya. Padahal yang bersangkutan tidak tahu, bahwa sebagian besar informasi dan siapa pihak yang bermain di lokasi, kapan datang menemuinya di kantor. Itu semua masuk ke saya, Kenapa, karena pada beberapa desa di kecamatan tersebut, khususnya para petani kakao juga beberapa pembeli biji kakao adalah kerabat dekat saya, termasuk yang bekerja mengoperasikan mesin penyedot, jadi merekalah yang saban waktu memberi informasi ke saya. Jadi, informasi siapa pemodal lokal, siapa pemodal dari luar, semua terupdate dengan baik.
Boleh Anda sebut pemodal lokal yang dimaksud?
Pemodal yang bermain di PETI Kayuboko adalah orang yang sama yang menjadi pemilik perusahaan galian C di Kota Palu yang selama ini diributkan masyarakat. Dia pemodal utama PETI di Kayuboko.