Berbohong

oleh -
Ilustrasi. (Youtube/Islam Populer)

Ketika seseorang berkata bohong atau melakukan suatu kebohongan, maka dia akan terus terjebak dalam kebohongan yang bertambah-tambah dan berulang-ulang. Mengapa demikian? Cobalah kita renungkan sejenak.

Bukankah untuk menutupi sebuah kebohongan, seringkali seseorang harus melakukan kebohongan lainnya? Kebohongan selalu ditutup dengan kebohongan. Begitulah yang terjadi di dunia nyata. Berlangsung terus menerus dari waktu ke waktu, kecuali kalau si pembohong berubah pikiran untuk mengghentikan kebohongannya.

Berbohong adalah tindakan tidak terpuji dan Allah mengkategorikan pelakunya sebagai orang-orang yang tidak mengimani ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu pembohong digolongkan sebagai orang-orang yang merugi dan celaka.

Maka jauhkanlah diri kita dari perilaku dusta dan tidak jujur, sebelum kita terjebak dan terseret ke dalam perbuatan dosa yang terus menggunung dari waktu ke waktu.

Dalam hadis shahih diterangkan bahwa tiga perkara dipandang sebagai biang dosa besar (akbar al-kaba’ir), yaitu menyekutukan Allah, berani berbuat jahat kepada ibu-bapak, dan bersumpah palsu atau melakukan kebohongan terhadap publik (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain diterangkan, pada suatu hari, seusai Shalat Shubuh, Nabi Muhammad SAW langsung naik ke atas mimbar, memberi wejangan. Katanya, ”Adalat qawlu al zuri al-igyrak bi Allah.” (Sumpah palsu sebanding dengan syirik atau menyekutukan Allah). Dikatakan, Nabi mengulang-ulang pernyataannya itu sampai tiga kali.

BACA JUGA :  Anakmu Investasi Akhiratmu

Lalu, beliau membaca ayat ini, ”Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya … maka jauhilah olehmu berhala yang najis itu dan jauhilah perbuatan-perbuatan dusta.” (Al-Hajj: 30).

Perkataan qawlu al-zur, seperti disebut dalam ayat di atas, menurut pakar bahasa al-Ashfahani, menunjuk pada suatu perbuatan yang melenceng (al-inkhiraf) dan menyimpang dari kebenaran (al-ma’il ‘an al-haqq). Perbuatan syirik atau menyekutukan Allah, karena melenceng dari doktrin tauhid, dinamai zur.

Begitu pula perbuatan aniaya atau zalim, karena menyimpang dari keadilan, dinamai pula zur (Al Furqan: 4).

Ini mengandung makna bahwa setiap perkataan dan perbuatan yang melawan hukum-hukum Allah pada hakikatnya adalah sebuah kebohongan. Dalam masyarakat, kebohongan itu biasanya dikaitkan dengan janji atau sumpah.

BACA JUGA :  Banjir di Watusampu, Penegak Hukum Diminta Tindak Tegas Perusahaan Galian C

Orang yang suka melanggar janji, membuat sumpah palsu, atau memberikan kesaksian palsu, maka dikatakan ia telah berbuat kebohongan. Dalam bahasa modern, janji palsu, sumpah palsu, dan kesaksian palsu itu dinamakan kebohongan terhadap publik alias kebohongan terhadap masyarakat dan rakyat banyak.

Menurut pemikir besar Rasyid Ridha, kebohongan terhadap publik itu menunjuk kepada pelanggaran terhadap semua kontrak dan transaksi yang sah yang dilakukan oleh manusia baik menyangkut soal politik, ekonomi, hukum, maupun pertahanan dan keamanan.

Dalam pengertian ini, maka setiap kebohongan, pelanggaran, dan kecurangan yang berpotensi untuk merugikan pihak lain, apalagi merugikan rakyat banyak, diidentifikasi sebagai kebohongan terhadap publik.

Dalam Islam, kebohongan dalam segala bentuknya, seperti telah dikemukakan, dilarang keras. Pelakunya diancam hukuman berat dan didiskualifikasi dari barisan Islam. Sebutan untuk mereka hanya tiga, tidak ada yang lain lagi, yaitu kafir, fasik, dan munafik. Kafir adalah orang yang ingkar kepada Tuhan.

BACA JUGA :  Tambang Ilegal, Merusak Ekologi dan Merugikan Negara

Fasik adalah orang yang melanggar dan melawan hukum-hukum Tuhan. Sementara, munafik adalah orang jahat yang berlagak baik.

Ia ibarat serigala berbulu domba. Namun, mereka pada hakikatnya sama saja, yaitu musuh Allah dan musuh orang-orang beriman.

Oleh sebab itu, mereka jangan dipercaya, dan omongan mereka tak usah didengar. Kaum beriman justru harus hati-hati dan waspada terhadap mereka.

Firman Allah, ”Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka. Semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan dari kebenaran?” (Al-Munafiqun: 4).

Alangkah ngeri dan dahsyatnya akibat sumpah palsu, hati hatilah duhai sahabatku, takutlah pada Allah dan takutlah pada hari pembalasan, hidup ini sesaat! ! Mulai saat ini jangan mudah lagi bersumpah, “Semoga Allah tetapkan hidup kita dalam keraqwaan dan kejujuran. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)