JAKARTA – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) mendorong desa-desa yang ada agar bisa memanfaatkan potensinya.
Di Indonesia sendiri, karasteristik desa sangat beragam, ada desa yang sebagian wilayahnya masuk dalam hutan, perkebunan dan ada juga yang masuk wilayah konsesi pertambangan dan wilayah pesisir.
“Jadi permasalahannya banyak sekali,” kata Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembangunan Desa dan Perdesaan (PDP), Kemendes-PDTT, Muhammad Fachri, saat menerima kunjungan kerja anggota Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), di lantai II gedung B, Kemendes PDTT, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (10/11).
Fachri mengatakan, untuk Sulteng sendiri, jumlah desanya sebanyak 1800 lebih. Namun, kata dia, dari sisi prestasi, sampai hari ini belum ada satupun desa yang bisa diandalkan untuk diangkat di level nasional.
“Dari sisi wisata belum ada, demikian juga dari sisi desa yang memiliki produk untuk menghasilkan pendapatan asli desa. Bahkan desa-desa di Sulteng lebih cenderung konsumtif dalam memanfaatkan dana desa,” ungkapnya.
Jika dibandingkan dengan di Jawa, kata dia, ada yang kepala desanya sudah menggunakan mobil alphard sebagai kendaraan dinas, dari hasil BUMDes. Selain itu, ada juga desa-desa yang bisa menghasilkan Rp2 miliar sampai Rp3 miliar dari pengelolaan usaha desanya.
“Bahkan ada desa yang sudah mengekspor produk unggulan desanya,” katanya.
Menurutnya, salah satu persoalan yang terjadi di Sulteng adalah dari sis SDM (Sumber Daya Manusia).
Ia mengaku seringkali menerima kunjungan kerja dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) bersama rombongan kepala desa.
Ia pun menanyakan apa yang mau dilihat dan dilakukan di Jakarta. Sebab, kata dia, jika untuk sekadar urusan regulasi, tidaklah tidak susah, tinggal baca.
Padahal yang penting, kata dia, bagaimana bisa melihat desa-desa lain yang berprestasi, misalnya dari sisi wisatanya, ataupun dalam menyelesaikan masalah-masalah desanya.
“Satu kali melihat itu, lebih baik daripada seribu kali mendengar,” katanya.
Ia pun selalu mengarahkan kepada PMD dan kepala desa, jika melakukan perjalanan dinas ke luar daerah, jangan ke Jakarta.
“Ke Desa Sekapuk di Jawa Timur, Jawa Barat ada Desa Sibiluetan supaya pembelajarannya langsung dari pelaku, nanti kami yang ikut ke sana, kita sharing bersama di lokasi, itu jauh lebih efektif daripada hanya datang ke Jakarta kemudian kami memberikan arahan yang sifatnya regulatif yang sebenarnya mereka juga sudah baca, waktu juga terbuang percuma. Mentalnya memang yang perlu kita benahi,” tutupnya. (RIFAY)