Belajar Tatap Muka Dimulai: Silaturahmi Pelajar Berujung Baku Hantam

oleh -
Agung Ramadhan

OLEH: Agung Ramadhan

Para pelajar yang baru saja melakukan pembelajaran tatap muka tentunya memiliki kerinduan berjumpa dengan suasana di sekolah, bercengkrama dengan teman-teman, bersapa lirih dengan gebetan, ataupun beradu persepsi dengan para guru, dan banyak hal lainnya. Hal tersebut merupakan bentuk interaksi sosial pelajar yang dibutuhkan setelah sekian lama tidak bertatap muka selama pandemi berlangsung.

Berdasarkan SKB Empat Menteri No. 23425/A5/HK.01.04/2021, yang diteken Mendikbud Ristek, Menag, Menkes, dan Mendagri, pembelajaran tatap muka dapat kembali digelar pada semester ganjil 2021. Sebanyak 63 persen sekolah yang berada di daerah PPKM level 1, 2, dan 3 mendapat izin memulai pembelajaran tatap muka, sejak Senin (30/8/2021) lalu.

Dengan izin tersebut, akhirnya para pelajar dapat melakukan pembelajaran tatap muka secara langsung di sekolah. Kerinduan bertatap muka pun sepertinya meluap di antara para pelajar, bermula dari ajakan silahturahmi hingga berujung pada ajakan baku hantam. Seperti yang kita ketahui pemberitaan pekan ini, tersiar kabar bahwa sejumlah pelajar di Jakarta-Tangerang hendak melakukan tawuran dengan membawa senjata tajam. Padahal pembelajaran tatap muka baru saja dimulai sehari.

BACA JUGA :  Menakar Starting Point Posisi Elektabiltas Paslon Gubernur dan Wagub Jelang Kampanye 2024 di Sulteng

Menyadur Kompas.com, secara ringkas kronologinya berawal ketika para pelajar yang nongkrong sepulang jam sekolah di daerah Kali Deres, Jakarta Barat. Saat itu salah seorang pelajar berinisial IK mendapatkan pesan dari rekannya berinisial NY dengan ajakan silaturahmi menuju ke Jalan M Yamin, Tangerang. Sesampainya di Jalan M Yamin, Tangerang, ada seorang pelajar yang tidak diketahui identitasnya karena kondisi malam hari membagikan sajam jenis celurit. Sajam itupun dibagikan lantaran mereka hendak tawuran dengan pelajar lainnya.

Ajakan silaturahmi pun berubah menjadi ajakan baku hantam. Untungnya belum sempat terjadi aksi baku hantam, pada malam itu kepolisian yang sedang berpatroli lantas memergoki dan langsung mengamankan 70 pelajar yang bersiap-siap tersebut. Seluruh pelajar tersebut kemudian diamankan di Mapolres Metro Tangerang Kota. Dalam hasil pemeriksaan, 65 pelajar dipulangkan ke orang tuanya dan 5 pelajar lainnya ditahan untuk pemeriksaan lebih lanjut karena diduga sebagai dalangnya.

BACA JUGA :  Menakar Manfaat dan Pengaruh Debat Publik Paslon dalam Pilkada 2024 bagi Pemilih di Sulteng

Pembelajaran tatap muka dimulai jelas untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dalam upaya transfer pengetahuan dan interaksi sosial secara utuh. Aksi adu jotos atau sabet menyabet dengan sajam tentunya bukan menjadi keinginan apalagi kebutuhan utama bagi seorang pelajar. Secara pribadi mungkin tindakan para pelajar tersebut tidak bermotif semata ingin melakukan kekerasan, melainkan sekedar “silaturahmi” sejawat pelajar yang sayangnya dibumbui dengan drama kekerasan.

Berbicara soal drama kekerasan para pelajar, kita bisa membayangkan bagaimana setingan dalam film “Crows Zero”. Para pelajar bersekolah tetapi tidak sebagaimana mestinya. Ruangan kelas yang berantakan dan berdebu, para guru yang jarang masuk kelas, dan suasana belajar yang sangat lesuh, menggambarkan keadaan sekolahnya seperti berada dalam bencana. Alhasil pelajarnya jadi lebih sering bertarung daripada belajar karena lingkungan sekolah yang tidak kondusif.

BACA JUGA :  Authority Bawaslu Sebelum Penetapan Calon dalam Pemilihan Kepala Daerah

Dalam kasus ini tentunya pihak sekolah bisa menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan sekalipun dalam kondisi pandemi. Untuk memulai pembelajaran tatap muka juga perlu serangkaian stimulus kepada para pelajar dengan memberikan pemahaman untuk menerima keterbatasan dan mengikuti pembelajaran sebagaimana mestinya.

Pembelajaran tatap muka sepertinya perlu diawali dengan mengkondisikan suasana sekolah melalui ajang melepas kerinduan berjumpa dengan teman-teman dan guru-gurunya, atau sekedar berbagi pengalaman selama pandemi, dan sebagainya. Selain itu tentunya pembelajaran tatap muka tidak perlu dilakukan secara represif, dan juga perlu pengawasan yang preventif agar tetap mematuhi protokol kesehatan.

*Penulis adalah Pemerhati Isu Sosial