PARIGI-Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anuntaloko Parigi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) diduga melakukan kesalahan penanganan atau tindakan Malpraktek, sehingga mmenyebabkan pasien menjadi cacat permanen.
Bayi berusia (3 bulan), Salwatul Nur, warga Desa Jonokalora, Kecamatan Parigi Barat, harus harus kehilangan dua jari tangan kirinya yakni, jari manis dan kelingking.
Ayah kandung, Abdul Wahid, menciitakan peristiwa itu berawal dari Salwatul Nur yang pada usai kurang lebih dua minggu, didiagnosa oleh bidan setempat menderita infeksi pada bagian pusarnya, dan bahkan diklaim tetanus. Salwa kemudian dirujuk ke RSUD Anuntaloko Parigi oleh Bidan Desa setempat.
“Sebenarnya bukan menjadi keinginan keluarga untuk membawa anak kami RSUD Anutaloko Parigi, namun bidan desa agar mendapatkan penanganan lebih lanjut. Sampai saya bilang kalau kenapa-kenapa anakku, kamu tanggungjawab nanti,” ujar Wahid, ketika ditemui sejumlah wartawan di kediamannya.
Menurut Wahid, setibanya di RS berdasarkan keterangan tenaga medis, pusar anaknya belum sampai tetanus hanya infeksi saja. Namun, langsung mendapatkan penanganan dan dirawat di ruangan bayi, tanpa memberikan kesempatan pihak keluarga menjenguknya.
Lanjut dia, selang beberapa hari mendapatkan penanganan, tangan kiri anaknya yang digunakan untuk mengaliri cairan infuse sudah dalam kondisi rusak, dan bahkan kedua jarinya saat itu sudah membusuk.
“Kita masuk tanggal 6 Maret, dikasih tahu sekitar 8 Maret pihak keluarga diberikan izin untuk melihat Salwa. Sekitar tanggal 10 Maret pihak rumah sakit memberi tahu tentang kondisi jarinya itu,” urainya.
Meski demikian, pihak RS tidak memberi tahu penjelasan secara jelas tentang tindakan tenaga medis, yang mengakibatkan kondisi bayinya harus kehilangan dua jarinya. Karena kesal, keluarga bertindak tegas dengan mengeluarkan secara paksa anaknya dari rumah sakit, dan melakukan perawatan sendiri di rumah.
Ia mengaku, telah melaporkan dugaan malpraktek tersebut ke pihak kepolisian, dan telah diminta keterangan oleh pihak penyidik. Sebab, pihaknya menilai hal itu terbilang aneh karena pusar bayinya yang dinyatakan infeksi, namun dua jari kirinya yang harus copot.
“Beberapa hari kami rawat dirumah, jarinya akhirnya copot sendiri karena dibilang tenaga medis waktu itu memang sudah tidak berfungsi lagi. Pergelangan tangannya yang saat itu sudah dalam kondisi rusak, berlubang sudah mulai mengering,” ujarnya.
Terpisah, Direktur RSUD Anuntaloko Parigi, Nurlela Harate membantah penanganan yang dilakukan adalah tindakan Malpraktek atau kesalahan penanganan. Bahkan menurutnya, tindakan tersebut telah sesuai dengan protab,sesuai pernyataan komite medic.
Kata dia,berdasarkan hasil pemeriksaan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), bayi saat itu tidak dalam kondisi yang sehat dan dianggap masuk dalam kesadaran yang menurun.
“Dengan kondisi itu, bayi tidak lagi bisa menete, minum karena sudah masuk kearah koma, akhirnya diinfus untuk memasukkan makanan,” kata dia.
Sebab,secara garis besar ada beberapa cara memasukan obat atau makanan melalui infus yakni, melalui tali pusar, mulut, tangan dan kaki. Langkah yang dilakukan pemasangan infus lewat tangan bayi tersebut, karena berdasarkan pemeriksaan bagian lainnya dalam kondisi tidak normal.
Berawalah dari infus tersebut kata dia, jenis obat yang diberikan memang memiliki resiko seperti antibiotik, dan pemberian makanan yang molekulnya agak besar. Dengan bayi yang mengalami infeksi dari hasil pemeriksaan, serta kondisi darah tidak sama dengan orang normal lainnya, akhirnya mengakibatkan tangan bayi terkena resiko.
“Aliran itu terhambat dengan adanya kondisi yang bercampur. Logika berpikir dengan molekul tersebut, terjadi resiko yang harus diambil. Biasanya bayi itu lewat pusar infusnya, tapi ada radang yang terjadi pada pusarnya. Berdasarkan keterangan dokter ada infeksi namun bukan infeksi tetanus,” tekannya
Tak hanya itu,pihaknya juga membantah, jika disebut kelima jari bayi tersebut akan diamputasi. Yang benar,lanjut dia, dokter bedah hanya menyarankan dua jarinya saja yang diamputasi, dan disampaikan kepada keluarga pasien.
Dikatakannya,Pada tanggal 30 Maret keluarga pasien melayangkan surat kepada pihak rumah sakit, namun memang tidak sertamerta mendapatkan jawaban. Sebab, perlu melakukan konsolidasi kedalam, apalagi diketahui ranah hukumnya berat jika tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan.
“Saya menginstrusikan dilakukan penilaian dari komite medik, dan dilakukan pertemuan internal. Namun satu dan lain hal, itu bisa dilaksanakan diakhir bulan April. Kemudian ketua komite medik dr. Muhammad, melakukan kunjungan ke rumah pasien,” jelasnya.
Langkah selanjutnya, pihaknya pada bulan Mei kemarin mengundang pihak keluarga ke RS, namun ketika ditunggu mereka tidak datang. Alasannya mereka telah melaporkan permasalahan itu ke pihak kepolisian. (BAMBANG)