PALU – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menegaskan, para peserta pemilu, dalam hal ini bakal calon legislatif (bacaleg) belum boleh menyertakan ajakan dalam alat peraga yang dipasang di berbagai tempat.
Aturan ini berlaku selama masa sosialisasi, atau belum memasuki masa kampanye calon legislatif (caleg).
Menurut Ketua Bawaslu Sulteng, Nasrun, ajakan yang dimaksud dimaknai secara eksplisit maupun implisit.
“Misalnya berbentuk kata “ayo pilih” atau “mari dukung”, “ayo coblos” dan lainnya. Atau berupa simbol, misalnya simbol paku yang tertancap di nomor urut salah satu bakal calon. Itu semua dimaknai sebagai ajakan,” jelas Nasrun, usai kegiatan sosialisasi publikasi dan pengawasan partisipatif tahapan kampanye pemilu tahun 2024, di Palu, Sabtu (23/09).
Nasrun menambahkan, saat ini sedang dalam tahap sosialisasi. Regulasinya masih tetap sama Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017, tapi perlakukan yang sedikit berbeda.
“Perlakuan sedikit berbeda, misalnya terkait dengan kampanye di 2019 itu waktunya panjang ada beberapa bulan dan sosialisasinya tidak lama. Sekarang, waktu sosialisasinya yang cukup lama, sementara masa kampanyenya sedikit,” terangnya.
Olehnya, kata dia, pasca penetapan partai politik peserta pemilu di 2020 lalu, sampai hari ini masih diberi ruang untuk melakukan sosialisasi, termasuk para bakal calon.
Meski demikian, kata dia, tetap ada rambu-rambunya, di antaranya tidak boleh memasang alat peraga di tempat fasilitas pemerintah, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan, rumah ibadah ataupun di BUMN, BUMD ataupun BUMDes.
Kemudian tidak boleh memasang di angkutan umum, seperti kapal penyeberangan, taksi atau angkot dan sebagainya.
“Namun memang sesuai ketentuan, yang dilarang itu adalah peserta atau bakal calon. Permasalahannya sekarang ini belum ada peserta yang ditetapkan,” katanya.
Maka, lanjut dia, yang dilakukan Bawaslu sebelum masa kampanye ini adalah memberikan imbauan ke partai politik dan berkoordinasi ke pemerintah daerah untuk melakukan penertiban.
“Penertibannya itu sendiri diserahkan kepada pemerintah daerah, dalam hal ini Satpol-PP. Permasalahannya juga, Satpol-PP secara nasional juga mengeluh karena tidak ada delegasi kewenangan untuk melakukan penertiban atau penanggalan alat peraga. Dalam ketentuan perundang-undangan, itu tidak diatur,” ungkapnya.
Olehnya, kata dia, maka pendekatan yang bisa dilakukan adalah melalui peraturan daerah, atau peraturan kepala daerah (wali kota atau bupati).
“Misalnya ada perda penataan ruang, kebersihan dan lainnya. Jadi kalau ada alat peraga yang tidak sesuai peraturan daerah, maka kami minta agar pemerintah daerah bisa melakukan penertiban,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah melakukan imbauan melalui surat kepada partai politik. Parpol diharap bisa memahami rambu-rambu apa saja yang boleh dilakukan dan berharap peserta mau menurunkan alat peraganya secara mandiri.
Ia juga menyinggung adanya kekosongan aturan di masa penetapan calon legislatif dan masa kampanye. Ia mengatakan, penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) akan berlangsung tanggal 04 November. Sementara masa kampanyenya baru berlangsung di tanggal 28 November.
“Di masa 25 hari inilah yang nantinya akan terjadi kekosongan, sudah ada peserta, tapi belum masuk masa kampanye. Makanya kami meminta agar seluruh alat peraga yang ada diturunkan semua dulu,” imbuhnya. (RIFAY)