JAKARTA – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) paling banyak melakukan pelanggaran kampanye di Pilkada 2018. Pelanggaran ASN tertinggi terjadi di Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Sulawesi Selatan (Sulsel).
Menurut Ratna, pelanggaran dilakukan oleh camat, lurah, PNS, sekretaris daerah, dosen hingga guru besar di perguruan tinggi.
“Memang pelanggaran kampanye tertinggi itu terkait ketidaknetralan ASN,” ujar Ratna di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Ahad (08/04).
Bentuk pelanggaran itu, yakni kehadiran para ASN dalam kampanye pasangan calon (paslon) kepala daerah. Para ASN tersebut pun berperan aktif dalam kampanye-kampanya yang ada.
Dalam catatan pengawasan Bawaslu, sudah lebih dari 50 kasus keterlibatan ASN yang direkomendasikan untuk diberi sanksi oleh badan pembina kepegawaian daerah.
Sementara itu, kasus pelanggaran tertinggi kedua selama kampanye adalah pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang tidak sesuai aturan. Untuk pelanggaran ini, kata Ratna, Bawaslu sudah memberikan sanksi untuk sejumlah kasus, misalnya sanksi pidana penjara selama 36 bulan kepada tim salah satu paslon di NTT.
Sementara Anggota Bawaslu lainnya, Mochammad Afifuddin, mengatakan lebih dari 400 dugaan pelanggaran yang dilakukan ASN. Tingginya angka pelanggaran ini diduga disebabkan hubungan yang saling menguntungkan antara calon kepala daerah pejawat dengan para ASN setempat.
“Kalau sekarang diperkirakan sudah lebih dari 1.000 kasus dugaan pelanggaran ASN,” ungkapnya.
Dia menerangkan seluruh data dugaan pelanggaran ini akan dikumpulkan. Bawaslu hingga saat ini terus memberikan penindakan berupa rekomendasi sanksi atas dugaan pelanggaran yang ada.
“Kami berikan rekomendasi sanksi baik lewat pemerintah, maupun Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Sejauh ini, respons pemerintah cukup baik dalam penertiban ASN yang tidak netral,” tuturnya. (RIFAY/REPUBLIKA)