PALU – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), tengah terkonsentrasi pada salah satu tahapan pemilihan umum (pemilu) tahun 2024.
Tahapan yang dimaksud adalah proses pemutakhiran data pemilih yang terus berlangsung sampai pada hari H pemungutan suara, 14 Februari 2024 mendatang.
“Ini adalah tahapan yang paling panjang dari seluruh tahapan yang ada. Kita tahu DPT kita yang sudah ditetapkan adalah sebanyak 2.236.703, tersebar di 9.462 TPS, 15 di antaranya adalah TPS di lokasi khusus yang sudah ditetapkan di tanggal 26 Juni lalu,” ujar Ketua Bawaslu Sulteng, Nasrun, saat konferensi pers refleksi satu tahun penyelenggaraan pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa proses pemilu, di Kantor Bawaslu Sulteng, Sabtu (30/12).
Saat ini, kata dia, meskipun DPT sudah ditetapkan, namun pemutakhiran data terkait dengan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) masih terus berproses.
Untuk DPTb, kata dia, berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), penyusunannya sampai H-7 pemungutan suara.
“Ketentuannya adalah mereka yang sudah terdaftar dalam DPT dan pada hari H 14 Februrai, yang bersangkutan diperkirakan tidak berada di domisili tempat di mana dia terdaftar dalam DPT,” ujar Nasrun.
Yang bersangkutan, kata dia, bisa mengajukan pindah memilih dan masuk dalam komponen DPTb. Pengurusan pindah memilih boleh di daerah tujuan atau di daerah asal.
“Kalau tanggal 14 Februari itu adalah hari H, maka sekitar tanggal 7 sudah close pengurusan DPTB,” jelasnya.
Yang menjadi penekanan pengawasan Bawaslu, lanjut Nasrun, adalah tahapan pemutakhiran data yang masuk dalam DPK. Proses ini berlangsung hingga hari H pemungutan suara.
Ketentuannya, kata dia, adalah mereka yang sebelumnya belum pernah terdaftar dalam DPT, tapi sudah memenuhi syarat sebagai pemilih, sudah memiliki dokumen kependudukan dan berdomisili di tempat atau di desa yang sesuai dengan dokumen kependudukannya.
“Tidak boleh memilih di desa di luar dari tempat domisilinya. Waktu memilihnya juga hanya boleh pada jam 12.00 sampai jam 13.00 atau sampai ditutupnya pemungutan suara di TPS,” tekannya.
Yang menjadi kekhawatiran Bawaslu, kata dia, terkonsentrasinya pemilih DPK tersebut dalam satu lokasi atau TPS.
“Kenapa, karena ketentuannya, pemilih DPK ini menggunakan surat suara sisa,” katanya.
Sementara, kata dia, dalam satu TPS sudah ditentukan hanya boleh diisi maksimal 300 pemilih saja dengan surat suara cadangan sebanyak 2% dari jumlah yang ada.
“Artinya 6 lembar. Paling banyak 6 lembar tiap jenis surat suara. Kalau pemilih di DPT atau DPTb yang tidak datang memilih, maka boleh menggunakan surat-suaranya. Persoalannya kalau pemilih dalam DPK ini terkonsentrasi dalam satu tempat dan lebih dari enam orang,” jelasnya.
Secara nasional, lanjut dia, ada data pemilih potensial non KTP elektronik sebanyak 2.800.000. 80 ribuan di antaranya berada di Sulawesi Tengah.
“Yang menjadi problem adalah pasca ditetapkannya DPT, tiba-tiba ada orang yang mengurus KTP baru, kemudian mereka belum pernah terdaftar di DPT dan itu terkonsentrasi dalam satu tempat,” katanya.
Kondisi ini, kata dia, sudah terindikasi di Kabupaten Sigi, tepatnya pada sebuah komplek perumahan. Di lokasi tersebut, kata Nasrun, ada tiga TPS yang dan pasca penetapan DPT, terdapat sekitar 700 orang yang mengurus KTP baru.
“Ini berdasarkan informasi dari Dukcapil Kabupaten Sigi. Inilah potensi yang bisa menyebabkan banyak orang akan kehilangan hak pilih. Untuk itu, karena di desa itu agak banyak TPS-nya, sehingga kita minta untuk disebar mereka-mereka nanti yang sudah terdaftar dalam DPK. Jangan terkosentrasi di satu tempat,” terangnya.
Nasrun juga menyampaikan proses pengawasan yang dilakukan pada tahap distribusi logistik dan kampanye.
Kata dia, distribusi logistik ini dilakukan dua tahap oleh penyelenggara teknis. Tahap pertama sudah dilakukan, ada sekitar 4 atau 5 item yang sudah didistribusikan seperti kotak, bilik, tinta dan segel.
“Evaluasi kami di tahap pertama ada banyak yang kami beri masukan ke KPU karena kita tahu ada beberapa model pengiriman yang tidak lazim, seperti tahun-tahun sebelumnya. Ada beberapa imbauan yang kami sudah lakukan, meminta perbaikan agar bongkar muat pada tahap dua, jangan seperti di tahap satu yang sangat terbuka tempatnya, pengamanannya juga masih kita pertanyakan,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Sulteng, Dewi Tisnawaty, mengatakan, dalam mencegah terjadinya pelanggaran, pihaknya mengefektifkan sosialisasi, peningkatan pengawasan partisipatif secara masif dari provinsi sampai ke tingkat kabupaten dan kecamatan.
“Berikutnya beberapa imbauan secara langsung maupun secara tertulis juga kami sudah sampaikan kepada KPU dan jajarannya berkaitan dengan pelaksanaan tahapan, begitupun juga imbauan kepada partai politik juga membawa untuk menjaga netralitas ASN, TNI/Polri,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, ada beberapa saran perbaikan yang di sampaikan ke KPU berkaitan dengan beberapa temuan-temuan hasil pengawasan Bawaslu.
“Selain itu tentunya kami dalam hal ini juga membentuk kerjasama kolaboratif sebagai pencegahan bersama dengan beberapa lembaga yang lain, yaitu dengan sentra gakkumdu, begitupun juga dengan beberapa lembaga lainnya seperti KPID, Satpol-PP. Setiap tahapan kami selalu membuka posko pengaduan dan layanan hotline,” pungkasnya. (RIFAY)