PALU – Direktorat Jenderal (Ditjen) Desa Tertinggal dan Transmigrasi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mendorong Universitas Tadulako (Untad) agar membuka pusat studi kebencanaan.
“Salah satu dampak tsunami di Miyagi, Sinden, Jepang, melahirkan pusat studi kebencanaan di perguruan tinggi. Saya tunggu dari Untad, ada tidak pusat studi kebencanaan, misalnya dari Fakultas Ekonomi,” kata Dirjen Desa Tertinggal dan Transmigrasi, Bappenas, Prof Sumedi Andono Mulyo saat memaparkan materinya, pada Seminar Nasional di salah satu hotel di Kota Palu, pecan lalu.
Mengenai kebencanaan itu, kata dia, dimulai dari pra bencana, saat bencana dan pascabencana.
Jika dibuka, kata dia, maka kerja sama akan datang. Pihak Jepang pasti akan berminat melakukan kerja sama pusat studi kebencanaan.
Dia menambahkan, dukungan dan kerja sama sangat penting untuk mempercepat pulihnya beban masyarakat pascabencana.
“Kita mengambil contoh di Jepang. Modal sosial dan pasar menjadi kekuatan untuk bangkit kembali. Karena modal social, disitulah kebersamaan dan kegotongroyongan,” jelasnya.
Sementara untuk pembangunan yang berkelanjutan, lanjut dia, harus memperkuat modal manusianya. Kemudian bagaimana mengolah sumber daya alam dan modal keuangan.
“Maka kita harus bisa menciptakan tambahan pendapatan dan tidak kalah pentingnya modal sosial. Jadi, mudah sekali bagaimana pemulihan ekonomi pascabencana,” katanya.
Sementara Kepala Bappeda Sulteng, Prof Patta Tope, mengatakan, Wapres Jusuf Kalla selalu meminta peta zona merah dan zona hijau.
“Itu yang sampai sekarang belum ada, yang ada adalah peta skala satu banding 25.000, tapi Bappenas berusaha membuat peta skala 1 banding 5000, sehingga lebih detail kelihatan,” tuturnya.
Untuk jangka pendek, kata dia, yang utama dipikirkan adalah relokasi warga di tiga lokasi dulu, yakni Petobo, Balaroa, dan Jono Oge.
“Dan sekarang lagi diteliti Tim Geologi, yaitu Duyu, Tondo belakang Polda dan Pombewe. Tiga lokasi inipun belum keluar hasilnya,” katanya.
Dekan Fakultas Ekonomi, Dr. Harifuddin Thahir, mengatakan, seminar itu focus pada perekonomian dan pertanian Sulteng pascabencana.
“Sulteng daerah penghasil pertanian dan perikanan. Jadi bagaimana upaya pengembangannya,” tuturnya.
Seminar yang diikuti seratusan mahasiswa/dosen dari Untad, Unisa, dan IAIN itu mengangkat tema “Membangun Perekonomian Sulteng Pascagempa dan Likuifaksi, Menepis Duka, Merawat Asa”. (IKRAM)