Banyak Aturan Perizinan dan Retribusi Ditarik ke Pusat, Sumber PAD Semakin Sempit

oleh -
Kegiatan konsultasi Raperda tentang Penyelenggaraan Labuh Jangkar di Kemenhub RI, di Jakarrta, Kamis (09/11). (FOTO: HUMPRO DPRD SULTENG)

JAKARTA – Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menginisiasi sebuah rancangan peraturan daerah (raperda), sebagai upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulteng.

Raperda yang dimaksud adalah tentang Penyelenggaraan Labuh Jangkar yang nantinya akan berada di luar dari program pembentukan peraturan daerah (propemperda).

Raperda ini dikonsultasikan oleh komisi II DPRD Sulteng ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, di Jakarrta, Kamis (09/11).

Anggota komisi II DPRD Sulteng, Irianto Malingong, selaku pimpinan rombongan, mengatakan, pihaknya sengaja menginisiasi pembentukan raperda tersebut karena saat ini banyak perda menyangkut retribusi dan perizinan yang ditarik ke pusat, sehingga membuat sumber-sumber PAD semakin sempit atau mengecil.

“Padahal dengan potensi yang dimiliki Sulteng, menjadikan provinsi ini menjadi salah satu yang terkaya di Indonesia,” kata Politisi Partai NasDem itu.

Dulunya, kata dia, Sulteng hanya mengandalkan sektor pertanian dan kelautan, tetapi saat ini potensi yang ada sudah semakin banyak, di antaranya dari pertambangan nikel, minyak, emas, batu, dan lainnya.

“Untuk itu, saat ini yang sedang kami genjot untuk dibuatkan rancangan peraturannya adalah terkait masalah penarikan retribusi pada labu jangkar pada setiap kapal yang melakukan operasi atau yang berlabuh di area perairan pelabuhan di setiap daerah di wilayah Sulteng,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Perhubungan, Kemenhub RI, Cpt Jaja, menjelaskan beberapa jenis pelabuhan, yakni pelabuhan utama, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal.

Kata dia, karena area labuh jangkar merupakan fasilitas pokok dalam zona perairan untuk sebuah pelabuhan yang sudah memiliki izin operasional dari pemerintah, maka secara hirarki semuanya melekat pada kewenangan pemerintah pusat.

“Tetapi jika ingin melakukan sebuah inovasi untuk melakukan penarikan retribusi pada sektor kepelabuhanan, maka itu hanya bisa pada skala lokal atau regional saja, dengan ketentuan pelabuhan tersebut harus dibuat dan dikelola sendiri oleh daerah,” jelasnya.

Selain itu, kata dia, sifat dari pelabuhan yang dimaksud juga hanya berlaku lintas kabupaten saja, tidak berlaku pada lintas provinsi atau nasional.

“Jadi terkait masalah retribusi labuh jangkar tersebut sampai saat ini belum ada daerah yang menerapkan karena masih di bawah kewenangan pusat,” jelasnya.

Selain Irianto, sejumlah anggota komisi II lainnya juga turut hadir dalam kegiatan konsultasi tersebut, yakni Suryanto, Muslih, Ady Pitoyo, dan Halimah Ladoali. */RIFAY