PALU – Mantan Bupati Morowali Utara, Mohammad Asrar Abdul Samad, menyampaikan nota pembelaan pribadinya di hadapan majelis hakim dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat dirinya.

Dalam pembelaannya, ia menegaskan tidak pernah melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Asrar didakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dakwaan tersebut menyebut dirinya menyalahgunakan kewenangan dan merugikan keuangan negara. Namun, dalam pledoinya, Asrar menegaskan bahwa ia hanya menuntut haknya karena telah menggunakan dana pribadi ketika menjabat bupati.

Menurut Asrar, dana tersebut ia keluarkan untuk kepentingan masyarakat pada masa pandemi COVID-19. Ia menyatakan terpanggil melindungi lebih dari 128 ribu jiwa warga Morowali Utara dari ancaman wabah. “Saya meninggalkan anak istri saya demi masyarakat. Saya justru mendapat penghargaan karena berhasil menekan penyebaran COVID-19 dari zona hitam menjadi aman,” ujarnya.

Dalam sidang, Asrar juga mengaku mendapat perlakuan tidak manusiawi dari oknum JPU selama proses hukum berlangsung. Ia menuturkan pernah dipaksa hendak diborgol ketika sakit dan dirawat di RS Undata Palu.

Bahkan pada momen pernikahan anaknya, ia mengaku dipaksa segera kembali ke rumah tahanan meskipun telah memohon toleransi.

“Tindakan itu telah mengabaikan asas praduga tak bersalah. Saya diperlakukan seolah penjahat kelas kakap, padahal belum ada putusan hukum yang berkekuatan tetap,” ucapnya.

Asrar menegaskan tidak ada satu pun saksi yang melihat dirinya menerima uang Rp450 juta sebagaimana dituduhkan. Ia juga menyebut tidak ada bukti kwitansi maupun dokumen sah yang membuktikan penerimaan dana tersebut. “Kalau benar saya menerima uang itu, untuk apa saya menyita kendaraan operasional saat itu? Semua tanda tangan bukti jaksa pun sangat berbeda dengan tanda tangan saya,” tambahnya.

Ia menilai dakwaan JPU tidak objektif karena mengabaikan fakta persidangan. Hal itu menurutnya telah mencederai prinsip kepastian hukum dan keadilan yang dijamin undang-undang. Ia pun memohon agar majelis hakim mempertimbangkan fakta persidangan tanpa adanya tekanan politik atau kepentingan tertentu.

Melalui nota pembelaan pribadinya, Asrar meminta majelis hakim untuk menerima pembelaannya, menyatakan seluruh dakwaan tidak terbukti, membebaskannya dari segala tuntutan hukum (vrijspraak), serta memulihkan nama baiknya di masyarakat.

JPU menuntut terdakwa Moh. Asrar Abd.Samad di pidana 3 tahun penjara, membayar denda Rp100 juta, subsider 6 bulan kurungan, kasus dugaan korupsi belanja barang dan jasa pada Bagian Umum dan Perlengkapan Sekda Pemkab Morowali Utara (Morut) 2020, menimbulkan Kerugian Negara Rp539.218.225.

Pidana tambahan membayar uang pengganti Rp450 juta , subsider 1 tahun dan 6 bulan penjara atau 1,5 tahun penjara.