Banjir Kota Palu, WALHI Ingatkan Lagi Dampak Kekacauan Ruang dan Solusi Perspektif Ekologi

oleh -
Ilustrasi Banjir
Ilustrasi banjir

PALU- WALHI Sulteng (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Tengah) menyoroti terkait bencana banjir yang melanda sebagian Kota Palu pada Jumat (21/7) malam.

Banjir tersebut menyebabkan genangan air di beberapa wilayah termasuk Jalan Yos Sudarso dan Jalan Basuki Rahmat, dengan ketinggian hampir setara betis orang dewasa.

Fasilitas umum, kantor, dan rumah warga juga digenangi oleh air yang meluap dari drainase yang tidak mampu menampung debit air.

WALHI Sulteng telah sering kali mengingatkan pihak pemerintah kota dan provinsi tentang berbagai kerusakan ekologis yang terjadi di Kota Palu dan wilayah-wilayah penyangganya.

Banjir yang terjadi di Kota Palu dianggap bukan hanya disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi atau berkepanjangan, tetapi juga karena perampasan ruang dan kekacauan ruang akibat pembangunan skala besar di wilayah resapan air.

Akibatnya, daya tampung wilayah tersebut tidak seimbang dengan debit air, yang kemudian menyebabkan banjir di berbagai titik jalan dan rumah-rumah warga di Kota Palu. Kemungkinan kiriman banjir dari wilayah hulu sungai Palu juga turut berkontribusi pada masalah ini.

Dalam keterangan tertulis diterima Media Alkhairaat.id Sabtu (22/7), Kepala Advokasi & Kampanye WALHI Sulteng, Aulia Hakim, menegaskan bahwa lemahnya kebijakan lingkungan yang menyebabkan ketidakseimbangan ruang perlu diubah secara total.

Ia juga menyoroti bahwa ambisi pembangunan yang tidak mempertimbangkan aspek ekologi akan merugikan rakyat. Kota Palu, dengan sebagian besar kelurahan berada di Zona Merah kawasan rawan bencana.

“Harus lebih fokus pada perbaikan tata ruang dan kesiapan menghadapi bencana daripada hanya memprioritaskan pembangunan yang berorientasi pada investasi semata,”tekannya.

WALHI Sulteng mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk melakukan perubahan dan penataan ruang dengan perspektif ekologi, bukan semata-mata mengutamakan kepentingan modal.

“Selain pendekatan mitigasi bencana dan solusi teknis, pemberhentian aktifitas ekstraktif, perlindungan kawasan penyangga, dan pemulihan lingkungan yang rusak juga merupakan langkah penting untuk mencapai perbaikan ruang dan keselamatan warga,” terangnya.

WALHI Sulteng juga mengingatkan bahwa pada tahun 2019, negara mengalami kerugian besar lebih kurang sebesar Rp.619 triliun akibat kesalahan pemanfaatan ruang.

Hal ini menegaskan bahwa pentingnya perhatian serius terhadap masalah lingkungan dan penataan ruang yang berkelanjutan untuk menghindari kerugian lebih lanjut dan melindungi masyarakat.

Reporter: IKRAM/Editor: NANANG