PALU – Setelah Kelurahan Buluri, kini giliran Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu yang terkena banjir, Ahad (01/09).
Banjir bercampur material lumpur yang terus melanda wilayah pesisir Palu-Donggala ini, selain diakibatkan curah hujan yang tinggi, juga diduga karena masifnya kegiatan pertambangan batuan dan pasir yang ada di sepanjang pesisir Palu-Donggala.
“Bencana banjir yang terus berulang ini sebenarnya harus menjadi peringatan bagi kita semua bahwa daya tampung dan daya dukung lingkungan di sepanjang pesisir Palu Donggala sudah tidak memadai lagi untuk diberikan izin pertambangan,” kata Moh Taufik, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng.
Menurut Alumni Fakultas Hukum Untad itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng), maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Palu dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Donggala sudah harus melakukan tindakan nyata, termasuk mengevaluasi seluruh konsesi izin pertambangan yang saat ini sedang beroperasi.
“Selain evaluasi, harus melakukan audit lingkungan terkait daya tampung dan daya dukung lingkungan di sepanjang pesisir Palu Donggala akibat kegiatan pertambangan,” terang Upik, sapaan akrabnya.
Ia menegaskan, JATAM Sulteng mendesak pemerintah agar bertangggungjawab terkait hal ini.
“Karena jelas izinnya dikeluarkan oleh pemerintah provinsi, kabupaten dan kota,” kata Upik.
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, Yusman, menambahkan, banjir di Kelurahan Watusampu terjadi akibat padatnya aktivitas tambang galian c
“Walhi Sulteng mempertanyakan progres pertemuan Wali Kota Palu dengan pengusaha tambang yang beroperasi di Kota Palu bulan lalu,” ungkap Yusman.
Pihaknya juga meminta Gubernur Sulteng, Wali Kota Palu, dan Bupati Donggala agar serius menangani tambang galian c di sepanjang Palu-Donggala.
“Ini tambang-tambang seperti kebal hukum. Padahal dekat sekali dengan kantor Pemerintah Kota Palu, DLH Sulteng dan Gubernur. Ada apa ini? masyarakat setiap hari mengeluh debu dan kalau hujan mengeluhkan banjir,” kesal Yusman. (RIFAY)