OLEH: Sofyan Thaha Bachmid*
Dominick Salvatore dalam bukunya Managerial Economic menuliskan satu perilaku yang menarik untuk kita bahas. Khususnya di Bulan Ramadhan ini.
Saya mau menuliskan masalah ini antara lain dipicu oleh komentar sahabat saya Prof. Nurdin dua hari lalu di laman group WhatsApp (WA) FEBI yang berjudul “Consumer Behavior”.
Prof. Nurdin mengatakan seperti ini; “saya lihat sejumlah penjual sudah rontok di hari ke empat karena daya beli yang rendah, jualan ga laku, karena jumlah penjual dengan pembeli gak imbang”, demikian antara lain komentarnya.
Pertanyaanya mengapa bisa demikian perilaku pasar? Sudah menjadi sifat dasar manusia suka mengikuti sesuatu yang dianggapnya baik.
Dominick mengatakan ini sebagai perilaku “Bandwagon Effect”. dalam bahasa sehari-hari ini biasa kita sebut dengan latah.
Bandwagon effect adalah kondisi di mana orang-orang cenderung mengikuti perilaku, gaya, bahkan cara berbicara orang lain hanya karena semua orang melakukan itu.
Ingat Istilah “Tomba gere-gere”? Istilah ini dipakai untuk mereka yang menggunakan baju bergaris-garis. Jika Anda mengingat istilah itu berarti saat ini Anda telah berusia lanjut..Haa..Haa..Haa…
Istilah tomba gere-gere sangat populer khsusunya di kota Palu sekitar tahun 80-90 an. Perilaku menggunakan baju tomba gere-gere itulah salah satu contoh Bandwagon effect.
Di Bulan Ramadhan ini, asumsi masyarakat bahwa permintaan akan barang khsusnya makanan dan pakaian akan meningkat sehingga meraka ramai-ramai ingin menawarkan atau berusaha memenuhi kebutuhan dan atau permintaan tersebut. Dampaknya jumlah pedagang menjadi ramai seperti yang dikatakan Prof., di atas, jumlah pedagang dan pembeli menjadi ga imbang. Itulah efek latah Prof…hee.hee..hee…
Ramainya penjual seperti yang kita lihat akhir-akhir ini juga memberikan efek terjadinya Kinked Demand (Permintaan yang patah), di mana semula pedagang berestimasi memperoleh pendapatan yang tinggi, namun kenyataanya tidak seperti yang mereka estimasikan.
Kinked Demand ini juga biasa terjadi karena adanya kecurangan dalam pasar. Kecurangan yang saya maksud antara lain pedagang suka mempermainkan harga. Mereka beranggapan jika menurunkan harga pembeli akan ramai-ramai membeli barangnya. Ia lupa bahwa sifat latah juga ada pada pedagang lain.
Begitu mengetahui ada yang menurunkan harga pedagang lain akan ikut menurunkan harga mereka. Akibatnya pedagang yang semula beranggapan pembali hanya akan membeli barangnya karena harganya murah menjadi shok karena senyatanya pedagang lain juga menurunkan harga barang mereka.
Terlepas dari semua itu, satu hal yang mesti kita camkan bahwa Rizki Minallah. Ini adalah ucapan agung, sekaligus sebagai bentuk pengakuan bahwa kita ini orang kecil dan lemah yang tanpa izin dari Allah kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Pemasaran dalam Islam adalah bentuk muamalah yang dibenarkan dalam Islam, sepanjang dalam segala proses transaksinya terpelihara dari hal-hal terlarang oleh ketentuan syariah.
Hal ini berarti bahwa dalam pemasaran syariah, seluruh proses baik proses penciptaan, penawaran, maupun perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah Islam.
Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimpangan prinsip-prinsip muamalah Islami tidak terjadi dalam suatu transaksi atau dalam proses suatu bisnis, maka bentuk transaksi apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan
Manajemen syariah mengajarkan kita untuk selalu komitmen dalam berperilaku. Mengedepankan kejujuran pasar dan transparan dalam menentukan harga. Islam menuntun umatnya setelah berusaha, bertawakallah kepada Allah swt.
*Penulis adalah Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Tengah/Dosen IAIN Palu