PARIMO – Kementerian Sosial RI melalui Balai Disabilitas “Nipotowe” di Palu, merespon pengaduan masyarakat terkait keberadaan penyandang disabilitas intelektual yang memerlukan bantuan di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).
Informasi keberadaan disabilitas intelektual tersebut beredar melalui pesan aplikasi media sosial WhatsApp (WA) yang dikirim oleh Fadlun, seorang pendamping lanjut usia di wilayah tersebut.
“Kami dapat di lokasi Kabupaten Parigi Moutong dua kakak beradik yang tidak tersentuh oleh pemerintah setempat. Karena tidak memiliki data sehingga bisa diusulkan menerima bantuan. Kedua anak ini masih bersama dengan kedua orang tuanya,” demikian bunyi pesan WA yang diterima disertai dengan foto dua anak tersebut pada Kamis (29/04) lalu.
Sesuai arahan dari Menteri Sosial RI, Tri Rismaharini agar setiap laporan dari masyarakat segera ditindaklanjuti, maka Syaiful Samad selaku Kepala Balai Disabilitas “Nipotowe” di Palu segera mengirimkan tim assessment yang terdiri dari pekerja sosial dan okupasi terapis ke Kabupaten Parimo berdasarkan alamat yang diberikan.
Hanafi, Selaku Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Disabilitas “Nipotowe” di Palu, terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB) Kabupaten Parimo untuk memastikan kebenaran informasi yang diperoleh dan sejauh mana pendampingan yang sudah diberikan.
Disabilitas intelektual yang ditemui langsung di rumahnya oleh Tim Balai Disabilitas “Nipotowe” di Palu pada Jumat (30/04), merupakan kakak beradik bernama Moh. Salim berusia 9 tahun dan Moh. Rizieq Al Idrus berusia 3 tahun.
Moh. Salim dulunya lahir premature dengan kondisi berat badan lahir rendah dan pernah mengalami kurang gizi dan kesulitan berbicara dan berjalan hingga sekarang ini.
Demikian juga dengan sang adik, Moh. Rizieq Al Idrus yang lahir normal dengan usia kandungan pada saat lahir 9 bulan.
Menurut keluarga, keduanya mengalami kesulitan makan sehingga berat badan tidak sesuai usianya. Akibatnya, Moh. Rizieq mengalami kurang gizi dan gangguan tumbuh kembang. Kedua kakak beradik tersebut sama-sama belum dapat berbicara dan berjalan hingga sekarang.
Informasi lainnya dari Lamludin selaku Kepala Desa Sigenti, menyatakan, ayah dari kedua disabilitas intelektual tersebut juga merupakan disabilitas mental yang sedang dalam proses penyembuhan.
Meski demikian, ia membantah bahwa keluarga tersebut tidak pernah tersentuh bantuan.
“Keluarga pernah menerima BLT dari dana desa. Namun untuk masalah pengobatan anak, belum memiliki BPJS atau KIS,” jelas Lamludin.
Meski belum memiliki KIS atau pun BPJS, kepala desa menyatakan bahwa keluarga tetap memperoleh pelayanan dari Posyandu dan Puskesmas. Keluarga berharap dapat segera memiliki KIS agar dapat melakukan pengobatan terhadap kedua kakak beradik tersebut.
Adapun kebutuhan yang mendesak saat ini adalah dukungan sembako dan alat bantu jalan (walker) serta Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Untuk kebutuhan sembako, Balai Disabilitas “Nipotowe” di Palu langsung merespon saat itu juga dan menyerahkan bantuan senilai Rp1,2 juta kepada keluarga.
Selain pemberian bantuan sembako, keluarga juga mendapatkan pelayanan kegiatan parenting skill untuk mengoptimalkan pengasuhan terhadap disabilitas intelektual yang dilaksanakan oleh Pekerja Sosial dan Okupasi Terapis dari Balai Disabilitas “Nipotowe” di Palu.
Sedangkan untuk urusan KIS, sudah dikoordinasikan dengan kepala desa dan Dinas Sosial Kabupaten Parimo. ***