Oleh: Mohamad Fadlian Syah
MUNGKIN bagi sebagian orang, lebih baik merokok daripada makan nasi. Hal ini terlihat dari pengeluaran konsumsi rokok menjadi salah satu pengeluaran yang cukup besar diantara pengeluaran rumah tangga, bahkan menempati nomor kedua terbesar setelah beras dalam pengeluaran konsumsi makanan rumah tangga miskin. Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, secara nasional share pengeluaran rokok terhadap pengeluaran makanan rumah tangga miskin (garis kemiskinan) di daerah perkotaan sebesar 11,90 persen sedangkan di wilayah perdesaan sebesar 11,24 persen.
Selain itu, sebanyak 23,78 persen penduduk usia lima tahun ke atas pada Maret 2021 merokok dalam sebulan terakhir. Hal ini, seakan-akan rokok sudah menjadi kebutuhan hidup bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Lebih lanjut dari Susenas Maret 2021, secara nasional juga diperoleh data bahwa rokok bukan hanya menjadi konsumsi orang dewasa, ternyata rokok juga menjadi konsumsi anak-anak di kalangan usia 5-17 tahun yaitu sebesar 1,51 persen. Pada periode yang sama, di Sulawesi Tengah sebanyak 1,35 persen anak-anak usia 5-17 tahun mengkonsumsi rokok dalam sebulan terakhir, meskipun nilai ini lebih rendah dari angka nasional, sejatinya merokok tidak diperkenankan untuk anak-anak.
Data Susenas Maret 2021 juga menginformasikan bahwa Sulawesi Tengah mempunyai rata-rata konsumsi rokok di kalangan anak-anak usia 5-17 tahun mencapai 10 batang per hari. Jumlah ini melampaui 25 persen dari rata-rata nasional yaitu 8 batang. Kalau kita analogikan harga sebatang rokok adalah Rp.1.000, maka selama sebulan telah terbuang percuma uang sebesar Rp.300.000,- untuk pengeluaran yang dapat memperburuk kondisi kesehatan. Namun sebaliknya jika uang Rp.300.000,- tersebut digunakan untuk pembelian beras, maka beras tersebut dapat dikonsumsi oleh sekitar 4 orang anggota rumah tangga selama sebulan.
Sebelumnya di masa lalu, anak-anak apabila merokok, maka mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang tua. Namun sekarang hal ini berbalik seratus delapan puluh derajat, anak-anak jaman sekarang mengkonsumsi rokok tanpa rasa malu dilakukan di muka umum, bahkan ada juga yang menyebarluaskannya melalui media sosial.
(BPS, 2021) Menurut WHO (2020b) menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan salah satu kontributor utama dalam Dissability Adjusted Life Years (DALYs) dan mengakibatkan kematian kurang lebih 225.700 jiwa setiap tahun. Selain itu WHO juga menyebutkan kebiasaan merokok dapat menyebabkan munculnya penyakit kronis pada usia produktif dan meningkatkan morbiditas serta kematian prematur yang tinggi. Penyebab utama kematian terkait kebiasaan merokok adalah penyakit jantung, kanker, stroke dan penyakit saluran pernapasan. Kemudian studi di Indonesia menunjukkan beberapa dampak kesehatan dari perokok pasif antara lain pertumbuhan berat badan anak yang lebih rendah (TCSC-IAKMI, 2020) dan peningkatan peluang pneumonia pada balita (Alnur, Ismail, & Padmawati, 2017).
Anak-anak bukan hanya penerus keluarga tetapi lebih dari itu anak-anak juga merupakan penerus cita-cita bangsa. Untuk mencapai Indonesia Emas 2045 yaitu tepat 100 tahun Indonesia Merdeka sebagai negara berdaulat, maju, adil dan makmur, maka anak-anak jaman sekarang mempunyai peranan yang sangat penting untuk terwujudnya Indonesia Emas tersebut. Oleh karena itu, pendidikan anak-anak sudah menjadi perhatian yang sangat penting, khususnya pendidikan mengenai akibat buruk merokok bagi anak-anak.
Dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 mempunyai target yaitu mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular, melalui pencegahan dan pengobatan, serta meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan (Kementerian PPN/Bappenas, 2020b). Agar target tersebut dapat tercapai Bappenas menggunakan indikator terkait perilaku merokok. Perilaku merokok pada anak-anak perlu menjadi perhatian, mengingat efek buruk yang ditimbulkan akibat merokok.
Fenomena merokok pada anak-anak di Indonesia perlu menjadi perhatian semua pihak. Merokok yang memberi dampak negatif bagi kesehatan dapat berakibat buruk bagi tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama baik dari keluarga, lingkungan dan pemerintah untuk menekan perilaku merokok pada anak-anak di Indonesia (BPS, 2021). Tahun 2021, data BPS menyebutkan secara nasional sekitar 25 persen dari total penduduk usia 0-17 tahun mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir, jika dilihat dari karakteristik wilayah maka wilayah perkotaan lebih besar (27,51 persen) dibandingkan wilayah perdesaan (21,15 persen). Di Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Tengah menempati urutan ketiga sebagai provinsi yang paling sedikit mengalami keluhan kesehatan usia 0-17 tahun yaitu sebesar 21,20 persen, dari jumlah ini sebanyak 10,11 persen keluhan kesehatan tersebut mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-hari.
Begitu berbahayanya merokok khususnya bagi anak-anak, maka dibutuhkan langkah-langkah untuk mengatasinya diantaranya larangan iklan rokok yang bukan pada tempat dan waktu yang tepat harus terus dilakukan. Selain itu pelarangan juga diberlakukan terhadap akses usia anak-anak untuk menjual, membeli apalagi mengkonsumsi rokok harus terus diterapkan dengan tertib. Penjualan rokok kepada anak-anak harus mulai ditindak sesuai aturan yang berlaku, agar menjadi efek jera bagi penjual yang nakal, yang hanya semata-mata memikirkan keuntungan dari menjual rokok. Kemudian, pendidikan mengenai pelarangan merokok bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, lebih dari itu dibutuhkan pendidikan keluarga dalam hal ini orang tua yang dapat menjadi figur yang baik dengan melakukan hidup sehat, sehingga anak-anak tidak menjadi generasi perokok di masa yang akan datang.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi dampak rokok pada kesehatan khususnya anak-anak, pemerintah berencana untuk menaikkan harga cukai rokok sekitar 12 persen tahun 2022 nanti, hal ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan minat orang atau anak-anak untuk merokok, agar uang yang ada dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
***Penulis adalah ASN BPS Provinsi Sulawesi Tengah