Malas, hampir tiap orang pernah merasakannya. “Penyakit” ini membuat seseorang enggan melakukan berbagai aktivitas, seperti bekerja, beribadah, menuntut ilmu, dan sebagainya. Tentu, kerugian pun akan dituai, ketika seseorang selalu mengikuti dan memanjakan rasa malasnya.
Malas bekerja, akan menjadikan jauh dari rezeki. Malas beribadah, menjauhkan diri dari pahala dan surga-Nya. Malas menuntut ilmu atau belajar agama, akan berbuah kebodohan.
Padahal ilmu agama harus senantiasa dipelajari dan dipahami, karena agamalah yang akan menjadi pedoman hidup kita agar bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Jika hanya mengikuti hawa nafsu, kita memang lebih suka bersantai-santai. Pun dalam soal ibadah. Untuk melakukan shalat lima waktu saja, terkadang kita ogah-ogahan, apalagi untuk shalat malam misalnya di saat udara begitu dingin.
Memang grafik keimanan seseorang itu bisa naik dan turun. Ketika grafik keimanan turun itulah, biasanya rasa malas beribadah lebih sering kita alami. Agar lebih bersemangat lagi dalam beribadah
Ketahuilah bila dalam kondisi malas ibadah, malas belajar, malas berikhtiar maka itu semua adalah biang penyakit, biang kebodohan, biang kemiskinan, biang kemunduran, biang kekalahan, biang penderitaan dan biang kehinaan. Allah memberikan tanda untuk orang munafik, “qoomuu kusaalaa”, malas ibadah, terutama shalat (QS An Nisa: 142).
Karena itu, Rasulullah mengajarkan doa agar terhindar dari malas. “Allahumma inni audzubika minal azji wal kasali”, “Ya Allah, hamba mohon perlindunganMu dari lemah fisik dan malas”. “Dan mereka yang sungguh-sungguh mendekatkan diri mereka di jalan Kami, niscaya Kami tunjukkan jalan-jalan meraih hidayah Kami.” (QS Al Ankabut: 69).
Rasulullah mengingatkan, “Sesungguhnya Allah mencintai orang beriman, “Almutaharik”, yang memiliki semangat kerja dan semangat dakwah.” Maka wajib bagi setiap muslim untuk bekerja, berusaha, bersungguh-sungguh dan tidak menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya. Orang yang hanya duduk diam, ia bukanlah mutawakkil (orang yang tawakal), melainkan ia adalah mutawaakil (orang yang pura-pura tawakal). Ini adalah kemalasan.
Manusia diciptakan di dunia agar mereka dapat bekerja, berusaha dan bersungguh-sungguh. Para nabi pun bekerja, Abu Bakar – radhiyallahu ‘anhu – pun berdagang.
Orang yang berpendirian bahwa duduk diam tanpa bekerja adalah tawakal, kemungkinan pertama ia memiliki pemahaman agama yang salah, kemungkinan kedua ia adalah orang malas yang gemar mempercayakan urusannya pada orang lain.
Kepada orang yang demikian kami nasihatkan, perbaikilah niat Anda dan carilah penghasilan yang halal, bertakwalah kepada Allah dan tetap berada dalam ketaatan. Bersemangatlah untuk menghadiri perkumpulan penuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu dengan tanpa menelantarkan orang yang menjadi tanggungan anda.
Orang yang inginnya meminta-meminta dari orang lain, Allah akan membukakan baginya pintu kefakiran. Orang yang bekerja, dialah orang yang kaya. Karena kekayaan hakiki bukanlah harta, melainkan kekayaan jiwa. Orang yang kaya jiwanya tidak gemar meminta-minta kepada orang lain.
Akhirnya, marilah sama-sama kita bermuhasabah diri sendiri adakah kita masih malas? Sekiranya masih bergelumang dengan malas, ayuhlah kita hilangkan sikap malas yang ada pada diri kita. Janganlah menjadi pengikut syaitan dan nafsu, tetapi jadilah pengikut iman dan akal. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)