PALU – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar rapat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Sulteng guna membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD Tahun 2023, di Ruang Sidang Utama DPRD Sulteng, Kamis (03/11).

Rapat dipimpin Ketua DPRD Provinsi Sulteng, Nilam Sari Lawira, didampingi Wakil Ketua I, HM Arus Abdul Karim dan Wakil Ketua III, Muharram Nurdin serta dihadiri sejumlah anggota DPRD lainnya.

Sementara itu, pihak TAPD Provinsi Sulteng diwakili oleh Kepala BPKAD, Bahran.

Mengawali rapat, Ketua DPRD Nilam Sari Lawira memberikan kesempatan kepada Anggota Banggar, Sonny Tandra untuk menyampaikan beberapa hal terkait Rancangan APBD 2023.

Pada kesempatan itu, Sonny meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit Pajak Air Permukaan (PAP) di setiap perusahaan yang bergerak pada sektor pertambangan maupun energi listrik.

Ia menilai, Dinas Pendapatan Daerah tidak serius dalam menarik PAP di setiap perusahaan, seperti dari PT. IMIP dan GNI yang ada di Kabupaten Morowali.

“Pemda telah menetapkan bahwa perusahaan tersebut hanya berstatus sebagai pengelola kawasan, sehingga hanya menarik pajak air permukaan berkisar Rp628 per meter kubik,” ungkapnya.

Padahal, lanjut dia, berdasarkan Peraturan Menteri PUPR, pajak air permukaan yang seharusnya ditarik pada perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan adalah sebesar Rp20 ribu per meter kubik.

“Jika ini diterapkan maka pendapatan daerah pada tahun 2023 bisa mencapai puluhan milliar per satu perusahaan,” jelasnya.

Ketua Komisi III DPRD Sulteng itu juga mempertanyakan mengapa pajak air permukaan PT. IMIP disetarakan dalam kategori pengelola kawasan, bukan masuk dalam kategori pertambangan.

“Padahal jelas-jelas peruntukan air permukaan di PT. IMIP atau GNI untuk pertambangan. Ironisnya, penentuan status pajak air permukaan di PT. IMIP atau GNI itu telah diatur dalam Pergub Sulteng Nomor: 19 Tahun 2019 tentang Nilai Perolehan Air Permukaan dengan nilai pajak yang ditarik hanya sebesar Rp628 per meter kubik,” ujarnya.

Anggota Banggar lainnya, Zainal Abidin Ishak, juga menyoroti penjelasan dari Kasubid Pembukuan dan Pelaporan Pajak Daerah, Rian Dharmawan, yang menjelaskan bahwa tahun 2022 besaran pajak air permukaan yang dikenakan kepada PT. Poso Energi hanya sebesar Rp100/meter kubik. Setiap tahun, daerah menarik pajak air permukaan dari PT. Poso Energi kurang lebih Rp11 milliar.

Zainal menyarankan agar tarif tersebut dinaikan menjadi Rp300/meter kubik sehingga nilai yang diperoleh kurang lebih sebesar Rp33 milliar di tahun yang akan datang.

“Itu sudah bisa mencapai target dari besaran target pajak air permukaan tahun 2023 yang hanya sebesar Rp25 miliar. Itupun baru satu perusahaan, belum yang lainnya,” terangnya.

Zainal juga kembali menyarankan agar target pendapatan dari penarikan pajak air permukaan pada perusahaan dinaikan sebesar Rp50 miliar tahun depan.

Ketua DPRD Provinsi Sulteng, Nilam Sari Lawira, beserta unsur pimpinan DPRD mendukung penuh usulan tersebut.

Ketua DPRD memberikan waktu kepada TAPD untuk menyusun kembali besaran target pendapatan pajak air permukaan secara rasional dengan memperhitungkan sebaik mungkin potensi dan status perusahaan yang menggunakan air permukaan. */RIFAY