Assalamualikum. Ustad, bagaimana hukumnya memberikan sedekah kepada pengemis yang sering mangkal di luar masjid, tapi mereka tidak shalat dan tidak puasa? (Ibnu Ramli, Sigi)
Jawaban:
Agama Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbagan dalam segala hal. keshalihan seorang hamba bila tidak dibarengi hubungan sosial yang baik antar sesama tetap akan dianggap bermasalah, sebab ajaran islam bertumpuh pada dua pilar, yaitu Hablun minallah (hubungan baik kepada Allah) dan hablun minnas (hubungan baik pada sesama). Itulah sebabnya tidak sempurna iman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya gelisah kelaparan.
Ketahuilah bahwa Kemiskinan itu sangat berdampak buruk pada pribadi dan masyarakat, menghawatirkan bagi akidah dan perilaku, merusak pemikiran dan budaya seseorang, juga berbahaya bagi keluarga dan suatu bangsa. Keadaan yang tergambarkan oleh penanya: “pengemis tidak salat dan tidak puasa padahal mangkal di luar masjid” boleh jadi pengaruh dan dampak buruk dari kemiskinan. Demi meminimalisir kondisi di atas, penting bagi para orang tua merenungi dan mengamalkan firman Allah swt berikut :
“Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya). QS. An Nisa: 9.
“Lemah” yang dimaksud ayat tersebut adalah lemah di segala lini, termasuk: lemah akidah, lemah ilmu dan aklak, juga lemah dalam ekonomi. Untuk itulah seorang muslim dituntut harus bekerja giat dan saling berbagi, Allah swt berfirman:
“Pada harta benda mereka ada hak bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta.” QS. Az-Zariyat:19.
Prof. Dr. Yusuf al Qaradhawi memberikan penjelasan tentang prioritas fakir miskin yang diberi zakat (shadaqah). Secara singkat kami simpulkan berikut:
- Orang-orang miskin tetapi menjaga kehormatannya dengan tidak meminta-minta lebih dahulu diberi bantuan. Maka seorang muslim yang berkelebihan mesti jeli melihat, merasakan saudara dan tetangganya yang berada pada kondisi ini untuk berinisiatif membantu, karena mereka adalah orang-orang yang sangat butuh namun malu untuk meminta-minta.
- Orang yang sudah bekerja tapi tidak mencukupi kebutuhannya, demikian pula orang-orang yang punya keterbatasan secara fisik sehingga sulit untuk bekerja, seperti: postur tubuhnya sangat kecil, orang cacat, tua rentah atapun sakit.
- Orang-orang yang memfokuskan diri beribadah saja, tidak boleh diberi zakat/shadaqah. Para fuqaha mengatakan: “Jika orang yang kuat bekerja hanya focus beribadah saja kepada Allah swt, seperti shalat, puasa dan lain-lain, janganlah diberi zakat”. Alasannya kerena mereka juga diperintahkan bekerja, berpergian ke pelosok bumi dan tidak ada kerahiban dalam Islam. Bekerja untuk hidupnya termasuk ibadah paling utama jika niatnya benar serta mengikuti aturan Allah.
- Orang-orang yang hanya focus menuntut ilmu, harus diberi zakat.
Sebagian ulama menjelaskan agar bantuan itu agar lebih terarah dan terkoordinir, selayaknya bantuan-bantuan tersebut dititipkan pada Lembaga-lembaga resmi negara ataupun organisasi Islam yang diakui, sehingga tepat sasaran dan benar-benar menjadi solusi dalam pementasan kemiskinan umat.
Kesimpulan dari pandangan ulama di atas bahwa pemberian shadaqah tidak melihat kedekatan seseorang kepada tuhannya, tetapi fokus pada keadaan ekonominya, bahkan Syekh Ali Jumu’ah menegaskan dalam fatwanya “bolehnya bershadaqah bagi orang kafir yang miskin, berbeda dengan zakat yang hanya khusus bagi kaum muslimin”, maka kalaupun para ulama mengarahkan kepada lembaga resmi, itu hanya sebagai saran yang utama, sebab boleh jadi jauhnya mereka dari Tuhannya justru pengaruh ekonomi yang di awal sudah kami jelaskan. Wallahu ‘Alam bis Shawab.
Asgar, Lc., M.H. (Anggota Bidang Fatwa MUI Kab. Sigi)