PALU – Badan Bank Tanah (BBT) hadir di Sulawesi Tengah sebagai bagian dari dukungan terhadap program reforma agraria dan pengembangan sektor unggulan daerah, khususnya subsektor kakao.

Sekretaris Badan Bank Tanah, Jarot Wahyu Wibowo, menjelaskan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk dukungan atas inisiatif pemerintah daerah bersama Bank Indonesia (BI) dalam memperkuat sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Kehadiran kami di Sulawesi Tengah adalah dalam rangka membangun komunikasi antara Pemerintah Provinsi Sulteng diprakarsai oleh Bank Indonesia dan pemerintah pusat melalui Kementerian UMKM. Kami dari Badan Bank Tanah turut diundang karena salah satu persoalan utama dalam pengembangan kakao adalah kebutuhan akan lahan,” jelas Jarot, kepada insan pers di Villa Bukit Doda, Senin (4/8) petang.

Menurutnya, Badan Bank Tanah akan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi kakao atau Kakaonomics, karena Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia.

“Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI) Indonesia memproduksi sekitar 641 ribu ton kakao per tahun, dan 146 ribu ton di antaranya berasal dari Sulawesi Tengah. Ini menunjukkan bahwa Sulteng adalah salah satu sentra kakao nasional,” ujarnya.

Jarot menambahkan bahwa keikutsertaan Bank Tanah dalam agenda hilirisasi kakao sangat relevan. Apalagi saat ini pihaknya sedang dalam proses penetapan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di beberapa wilayah Sulteng.

“Kami sudah hadir di Sulteng sejak 2023, dan cukup serius dalam menangani potensi pertanahan di wilayah ini. Tim organik kami sudah ditempatkan di Kabupaten Poso dan akan dikembangkan ke Luwuk, Sigi, Parigi, dan beberapa kabupaten potensial lainnya,” katanya.

Team Leader Project Poso Badan Bank Tanah, Mahendra Wahyu, memaparkan bahwa lembaganya telah mendapatkan penetapan HPL di tiga kabupaten di Sulawesi Tengah.

“Kami sudah mendapatkan HPL di Kabupaten Poso seluas 6.600 hektare, di Kabupaten Sigi seluas 160 hektare, dan di Parigi Moutong seluas 315 hektare,” ujar Mahendra.

Pihaknya menekankan bahwa pelaksanaan program tidak dilakukan secara mandiri, melainkan melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, pemerintah provinsi, serta lembaga-lembaga terkait.

Untuk Kabupaten Poso, dari total 6.600 hektare lahan, Badan Bank Tanah segera mengalokasikan 1.550 hektare untuk program reforma agraria. Lahan tersebut diserahkan kepada masyarakat penerima sah, sesuai ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023.

“Selama bertahun-tahun, masyarakat belum mendapatkan hak atau legalisasi atas tanah mereka tempati. Reforma agraria ini menjadi langkah korektif untuk memberikan kepastian hukum,” ujarnya.

Di Kabupaten Sigi, Badan Bank Tanah juga telah menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Salah satu inisiatif didukung adalah program Sekolah Rakyat, sebagaimana dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

“Pemerintah Kabupaten Sigi telah bersurat langsung ke Kepala Badan untuk mendukung pembentukan Sekolah Rakyat, dan kami tentu menyambut baik inisiatif tersebut,” kata Mahendra.

Selain itu, bentuk dukungan serupa juga terus dikembangkan di Parigi Moutong dan Poso.

Dengan kehadiran Badan Bank Tanah, Mahendra berharap tumpang tindih penguasaan tanah dan keberadaan tanah-tanah terlantar di Sulawesi Tengah bisa ditangani secara sistematis.

“Badan Bank Tanah hadir sebagai solusi terhadap berbagai konflik pertanahan, memberikan kejelasan status hukum, dan membuka ruang pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui legalisasi aset,”ujarnya.

Mahendra menekankan, pihaknya tidak pernah mengambil lahan masyarakat maupun lahan-lahan adat. Karena badan bank tanah, mendapatkan tanahnya pun sudah melalui penetapan pemerintah.
Dan yang kita ambil adalah tanah-tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU).

Kementerian Koperasi dan UKM,Deputi Usaha Menengah, Bagus Rachman, menilai legalitas lahan menjadi pintu masuk penting bagi petani dan pengusaha UMKM untuk mendapatkan akses pembiayaan dan kemitraan industri. Selama ini, banyak pengusaha usaha mikro pertanian terkendala karena tidak memiliki aset legal dapat dijadikan agunan.

Melalui sinergi kebijakan antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, serta pengelolaan lahan lebih berkeadilan, Badan Bank Tanah menempatkan Sulawesi Tengah sebagai model hilirisasi kakao berbasis reforma agraria. Upaya ini tidak hanya mengangkat posisi petani sebagai aktor utama industri, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi kerakyatan dari desa.