POSO — Otoritas Jasa Keuangan Sulawesi Tengah (KOJK Sulteng) menilai perkembangan sektor jasa keuangan hingga akhir Triwulan III 2025 berada dalam kondisi relatif stabil, dengan kinerja yang positif, likuiditas memadai, serta profil risiko yang tetap terjaga.

Kepala OJK Sulawesi Tengah, Bonny Hardi Putra, mengatakan bahwa industri perbankan, industri keuangan non-bank (IKNB), dan pasar modal di Sulawesi Tengah menunjukkan pertumbuhan yang positif hingga September 2025.

Perkembangan ini sejalan dengan upaya edukasi dan inklusi keuangan serta penguatan pelindungan konsumen yang dilakukan secara berkelanjutan.

“Pada posisi September 2025, total aset perbankan di Sulawesi Tengah mencapai Rp79,9 triliun, tumbuh 5,65 persen (year on year/yoy),” kata Bonny di sela kegiatan Media Update Triwulan IV dan Media Gathering Tahun 2025 yang digelar di Poso, Senin (8/12).

Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat mencapai Rp38,6 triliun, tumbuh 4,72 persen (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit mengalami sedikit koreksi sebesar -0,64 persen (yoy) menjadi Rp58,64 triliun.

Bonny menjelaskan, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) secara tahunan mengalami peningkatan, namun kualitas kredit perbankan masih terjaga. NPL tercatat 3,24 persen, masih berada di bawah ambang batas 5 persen. Adapun rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada level 184,48 persen, yang mencerminkan intermediasi perbankan yang kuat.

Di sisi lain, kinerja perbankan syariah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Nilai aset perbankan syariah mencapai Rp3,81 triliun, tumbuh 18,32 persen (yoy). DPK syariah meningkat 7,55 persen (yoy) menjadi Rp2,28 triliun, sedangkan pembiayaan syariah tumbuh 18,73 persen (yoy) menjadi Rp3,36 triliun.

Penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tercatat sebesar Rp17,39 triliun, meskipun mengalami koreksi tipis -0,40 persen (yoy). Kualitas kredit UMKM juga masih terjaga dengan NPL di level 3,69 persen, tetap di bawah ambang batas 5 persen.

“Pemberian kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM oleh perbankan dan lembaga keuangan non-bank dapat mendorong pemberdayaan UMKM serta meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Bonny.

Meski demikian, ia menekankan pentingnya penguatan tata kelola dan manajemen risiko dalam penyaluran pembiayaan UMKM. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 249 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Sebagai tindak lanjut, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang mulai berlaku dua bulan sejak diundangkan pada 2 September 2025.

Jika ingin disesuaikan untuk media cetak, online, atau rilis resmi OJK, saya bisa rapikan lagi sesuai kebutuhan redaksi.***