PALU – Kementerian dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diharap tidak diam atas tindakan beberapa oknum yang melakukan pengambilalihan kawasan hutan di sekitar pertambangan emas tanpa Izin (PETI) di Kelurahan Poboya.
Sebagaimana temuan Dinas Kehutanan UPT-KPH Dolago, terdapat aktivitas PETI oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat dengan menggunakan alat berat eksavator dan lainnya.
“Bahkan berdasarkan data Dinas Kehutanan, lokasi tersebut masuk dalam kawasan hutan,” ungkap Divisi Pengembangan Jaringan, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Moh Tauhid, Senin (14/10).
Artinya, kata dia, tindakan tersebut bertentangan dengan pasal 17 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dalam pasal tersebut, menyatakan, setiap orang dilarang membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri.
‘Di poin b disebutkan, melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri,” ujarnya.
Berdasarkan fakta tersebut, lanjut dia, maka institusi penegak hukum dalam hal ini kepolisian wajib menegakkan Undang-undang.
“Jika tidak ada tindakan maka fungsi penegak hukum sebenarnya apa? Mereka digaji dari pajak rakyat untuk bekerja menjaga ketertiban hukum,” katanya.
Selain fakta adanya PETI dalam kawasan hutan, lanjut dia, terdapat fakta bawa beberapa masyarakat memegang Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) yang diterbitkan oleh pemerintah kelurahan atau kecamatan di atas kawasan hutan.
“Ini bukti bahwa lemahnya penanganan hukum oleh Polda maupun Polres yang berdampak pada makin amburadulnya sistem hukum kita,” ujarnya.
Seharusnya, kata dia, kawasan hutan tidak boleh ada aktifitas tapi pemerintah kecamatan maupun kelurahan menerbitkan SKPT di kawasan hutan.
“Artinya kawasan hutan sedang dalam posisi tidak sakral lagi dan parahnya kawasan hutan terancam diperjualbelikan oleh mereka yang tidak paham hukum,” katanya.
Untuk itu, kata dia, JATAM Sulteng meminta agar APH, khususnya Polda dan Polres agar tidak main mata dengan hal tersebut.
“Jika tidak ditindak maka kami akan menyurat ke komisi III dan Presiden bahwa keadilan di Sulawesi Tengah adalah barang yang langkah. Jika perlu, kami akan membuka siapa semua oknum yang berada di belakang proses hingga jual beli kawasan hutan ini,” tegasnya. (RIFAY)