BANGGAI – Divisi Imigrasi (Divim) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi ManusiaSulawesi Tengah (Kanwil Kemenkumham Sulteng) menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan ini digelar di Swissbell Hotel Luwuk, Rabu (14/06).
Hadir langsung dalam kegiatan tersebut Kepala Divisi (Kadiv) Imigrasi, Syamsul Efendi Sitorus didampingi Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Amar Buchdiansyah, Kepala Bidang Perizinan dan Informasi Keimigrasian, Said Noviansyah. Kemudian narasumber kegiatan yaitu Ditreskrimum diwakili oleh AKBP Muhammad Jufri (Kabag Binopsnal Ditreskrimum Polda Sulteng), Andi Musdalifah (Plh. Kepala Bidang Kewaspadaan pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik daerah Sulawesi Tengah), Kepala Badan Intelijen Negara Provinsi Sulawesi Tengah diwakili oleh Jaka B. Setiawan (Petugas Korwil Binda Sulteng Kabupaten Banggai). Turut dihadiri seluruh pejabat struktural, fungsional dan staf Divisi Imigrasi, pejabat struktural Kanim Palu dan Kanim Banggai serta instansi terkait lainnya.
Mengawali kegiatan, Amar Buchdiansyah selaku ketua panitia pelaksana kegiatan menyampaikan tujuan diselenggarakannya kegiatan tersebut yaitu untuk memberikan pengetahuan mengenai pengungsi kepada petugas imigrasi maupun instansi terkait, guna mengantisipasi kejadian yang akan terjadi di masa datang. Selain itu, ini sebagai wadah pemberian informasi terbaru mengenai situasi dan keadaan keamanan dan ketertiban di wilayah Sulteng.
FGD tersebut bertemakan “Penanganan pengungsi dalam rangka antisipasi keberadaannya di Provinsi Sulawesi Tengah”.
Dalam keterangan tertulis diterima Media Alkhairaat.id, Kamis (15/6). Dalam sambutannya, kadiv imigrasi menjelaskan bahwa seseorang yang mencari perlindungan di negara lain salah satunya disebabkan oleh adanya permasalahan di negara asalnya yang mengancam keamanan orang tersebut.
Dalam hukum internasional, hal tersebut ucap dia, dikenal sebagai pencari suaka atau pengungsi internasional. Pelanggaran HAM sangat erat kaitannya dengan pencari suaka dan pengungsi, sehingga diperlukan perlindungan bagi mereka agar terhindar dari bahaya.
“Pencari suaka merupakan isu kritis dalam hubungan antarnegara, karena akibat dari adanya faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan perpindahan ke negara lain. Faktor tersebut adalah situasi yang tidak aman baginya jika tetap berada di negara asalnya, sehingga warga negara tersebut pindah ke negara yang lebih aman demi keselamatan mereka.
“Di indonesia sendiri, jumlah pengungsi dan pencari suaka yang tercatat adalah berkisar 13.700 jiwa (berdasarkan data reliefweb.int, tahun 2022) di mana 7600 di antaranya berasal dari Afghanistan (Etnis Minoritas Hazara), selebihnya berasal dari Somalia, Irak, Myanmar (Rohingya), Sudan, Srilanka, Yaman, Palestina, Iran, Pakistan, Eritrea dan Ethiopia,” terangnya.
Oleh karenanya, Indonesia membutuhkan kebijakan dan mekanisme yang kuat dan komprehensif untuk melindungi pencari suaka dan pengungsi, terutama karena diprediksi masih lebih banyak lagi yang akan datang di masa depan.
Karena posisi strategis indonesia sebagai negara kepulauan dengan batas laut yang amat luas dan terbuka, yang berada di jalur transit menuju Australia.
“Kami sangat berharap dalam kegiatan Focus Group Discussion ini dapat menciptakan kolaborasi dan sinergitas positif dalam menentukan solusi dan kebijakan terkait penanganan pengungsi atau pencari suaka di indonesia khususnya di provinsi sulawesi tengah,” pungkas Syamsul.
Rep: IKRAM/Ed: NANANG