Jika Narasi Ketujuh Festival Sastra Banggai masih berjalan dalam sunyi, satu hal yang dipercayai tim kerja Festival Sastra Banggai adalah bahwa akan selalu ada tangan terulur dan pintu yang terbuka.
Kalimat di atas disampaikan Ama Gaspar, Direktur Festival Sastra Banggai (FSB), kepada awak media ini sebagai penutup liputan FSB tahun lalu.
Tahun 2022, segenap tim kerja berharap FSB tahun 2023 yang akan dilangsungkan tanggal 06 sampai 09 September nanti, dilirik dan didukung pemerintah daerah (pemda) setempat.
Menurut Ama, pasca tiga hari launching tema FSB Narasi Ketujuh di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Teluk Lalong Luwuk, pihaknya sedang masa audiensi kepada beberapa orang atau instansi, termasuk Bupati Banggai untuk mendapatkan dukungan. Sejauh ini, untuk peluncuran tema FSB 2023 pada Rabu (26/07) lalu, acara baru didukung oleh Draiv, sebuah Startup dari Luwuk yang sudah berkembang hampir di seluruh Indonesia.
“Dan seorang kawan yang sama-sama di FSB, dNUMINAL (PT Diva Nusantara Mineral), jadi itu persembahan dari keduanya. Saat ini kami menjajaki kerja sama denegan perusahaan-perusahaan yang ada di Luwuk-Banggai. Untuk sementara masih tahap penjajakan,” kata Ama, Sabtu (29/07).
Diketahui, FSB dengan tema “Mendedah Cuaca Memperpanjang Usia Bumi” mendapatkan dana Bantuan Pemerintah (Banpem) dari Badan Bahasa Kemendikbudristek, melalui Yayasan Babasal Mombasa.
Dalam sambutan Kepala Badan Bahasa Kemendikbudristek, Banpem yang diterima ini semacam trigger buat pemda di seluruh Indonesia. Sehingga, senada dengan harapan pada Narasi Keenam, Babasal Mombasa (BM) berharap Pemda Banggai juga dapat mendukung kerja-kerja kemanusiaan yang dilakukan BM, sehingga aktivitas tersebut dapat berkelanjutan.
“Pemda melalui stakeholder terkait bisa berkontribusi menjadi penyanggah bagi keberlanjutan kerja baik komunitas. Kontribusi tentu saja terkait banyak hal, paling penting bahwa Pemda Banggai bisa berjalan bersama komunitas dalam kerja kebaikan,” lanjut Ama.
Kata dia, tema FSB tahun ini merupakan wujud dari kegelisahan tentang perubahan iklim, khususnya bencana hidrometeorologi dan kenaikan suhu bumi.
Menurutnya, isu-isu iklim seringkali dibicarakan ditataran tingkat negara dan kelas menengah. Sehingga mereka mencoba membawa isu iklim ke dalam FSB agar menjadi sebuah pengetahuan yang terus menerus diperbincangkan semua kalangan. Mengingat, yang hadir dalam festival tahunan tersebut adalah semua masyarakat tanpa batasan jenjang usia, tanpa pandang latar belakang pendidikan, sehingga menjadi kesadaran kolektif masyarakat Banggai bersaudara.
“Harapan paling kecil adalah pengetahuan tentang perubahan iklim bisa tersebar dengan luas. Kedua, iklim ini menjadi perbincangan repetitif yang kemudian secara langsung menjadi kesadaran bagi masyarakat atau publik di Banggai. Kemudian, karena kita mendiami bumi, ada hal-hal yang harus dilakukan agar dampak dari perubahan iklim terutama kenaikan dari suhu bumi dan jejak karbon itu bisa berkurang. Dan semua orang bisa terlibat, semua orang bisa berpartisipasi,” katanya.
Sebab, kata dia, menjadikan isu iklim sebagai sentra pembicaraan dalam festival di teluk itu, akan dihadirkan pembicara-pembicara yang berkapasitas, meski beberapa usulan nama sedang dibicarakan bersama para kurator FSB.
Secara garis besar, konsep FSB 2023 seperti konsep pada tahun sebelumnya, termasuk pula sesi khusus bersama anak-anak yang dikemas dalam Kegiatan Belajar dan Bermain (KBB). Karena kegiatan ini adalah festival sastra, akan hadir pula pembicara yang membahas terkait literasi, sastra dan kebudayaan.
“Kalau isu iklim, kami masih mau berdiskusi dengan kurator dengan kesediaan waktu narasumbernya. Tapi beberapa nama yang sudah bisa dipastikan adalah Mahfud Ikhwan, Rahmat Mustamin, dan Dadang Ari Murtono, dia penyair dan beberapa kali terlibat dalam tulisan atau cerpen yang bekerja sama dengan WALHI,” ujar Ama.
Mempersembahkan FSB 2023 hingga suskes seperti tahun-tahun sebelumnya, tercatat kurang lebih 25 orang sebagai panitia. Angka yang sedikit untuk sebuh event kebudayan yang tidak main-main.
Ke-25 orang tersebut telah menyicil persiapan sejak Mei, dan terpantau makin sibuk pada akhir Mei. Total persiapan untuk perayaan sastra tahun ini terhitung 4 bulan, sehingga dapat dibayangkan betapa sibuknya mereka terlebih H-38 perayaan.
“Untuk persiapan sudah mulai sejak Mei, diancar-ancar, tema, logo dan lain-lain, juga menyusun proposal. Karena bagian paling sulit dari menyusun proposal adalah gagasan. Setelah itu perintilan lainnya menyusul RAB dan lain-lain, jadi dari akhir Mei sudah sibuk. Bulan ini sudah sibuk sekali, sedang tancap gas begitu. Sudah audiensi ke mana-mana,” tandas Ama.
Reporter : Iker
Editor : Rifay