Anggota DPRD Sulteng Minta Aparat Tangkap Cukong PETI Poboya

oleh -
Moh. Hidayat Pakamundi. (FOTO: FB)

PALU – Sejumlah pihak angkat bicara menyikapi terjadinya bentrok antara aparat kepolisian dengan warga Kelurahan Poboya, beberapa waktu lalu.

Bentrok dipicu aksi pemblokiran akses jalan oleh warga setempat yang merasa tidak puas dengan tawaran PT Citra Palu Minerals (CPM) dalam pengelolaan tambang emas di Kelurahan Poboya.

Sejumlah pihak juga menilai, keberadaan pertambangan di luar PT CPM juga di-backingi cukong-cukong atau pemodal yang sengaja melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Kontrak Karya (KK) PT CPM.

Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Muh Hidayat Pakamundi, kepada media ini, Sabtu (05/11), mengatakan, sepengetahuannya, yang memiliki kontrak karya pertambangan di Poboya, hanya PT CPM.

“Kalau ada aktivitas masyarakat, apakah itu pemodal, perusahaan kecil atau kelompok dan berlangsung dalam kontrak karya dan mendapat izin dari CPM, maka CPM lah yang bertanggung jawab. Itu yang kita tidak tahu, siapa-siapa orang tersebut, kalau bisa diidentifikasi karena yang kita tahu di atas itu Cuma CPM,” katanya.

Namun, kata dia, jika ada masyarakat atau pemodal yang melakukan penambangan atau perendaman, maka harus ditangkap.

“Apakah itu cukongnya, atau bahkan kalau ada aparat di belakangnya ya harus diusut tuntas, harus ditangkap. Jangan sampai terjadi lagi aksi-aksi seperti kemarin yang juga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Ia menegaskan, aktivitas produksi pertambangan yang di luar dari CPM adalah ilegal dan aparat harus bertindak.

“Kami di DPRD ini juga akan melakukan monitor, siapa saja yang melakukan aktivitas di luar CPM, kita akan sampaikan kepada aparat,” katanya.

CPM, kata dia, menggandeng PT Adijaya Karya Makmur (AKM) sebagai kontraktor dalam rangka melakukan pembangunan sarana dan prasarana pertambangan.

Jangan sampai, kata dia, AKM juga jadi “pemain” melakukan aksi produksi pertambangan.

“Ini keliru jika dilakukan. Makanya harus ditinjau. Jika memang itu terjadi, maka CPM bertanggung jawab karena itu dalam wilayah kontrak karyanya,” ujarnya.

Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulteng itu menambahkan, daerah membutuhkan kehadiran investasi, sepanjang kegiatannya berjalan dengan positif.

Sebab, kata dia, dampak positif dari sebuah investasi juga banyak, seperti ada pendapatan masyarakat, tenaga kerja bisa terakomodir, usaha-usaha di sekitar tambang ataupun di Kota Palu pada umumnya juga akan mengikut,

Namun ia menyayangkan beberapa peristiwa yang terjadi di area kontrak karya PT CPM, mulai dari pembakaran peralatan yang dimiliki PT AKM sampai yang terbaru aksi penutupan akses karyawan perusahaan oleh masyarakat.

“Tentunya ini menjadi masalah, sehingga aktivitas investasi atau kegiatan perusahaan pasti tidak normal. Jangan sampai aktivitas pertambangan yang legal itu terhenti. Mereka juga punya hak mendapatkan kepastian dan tidak ada kekhawatiran dalam melakukan aktivitasnya,” katanya.

Pihaknya meminta pihak perusahaan agar mengajak masyarakat untuk bersama-sama melakukan musyawarah mencari titik tengah.

“Apa yang diinginkan masyarakat dan apa yang diinginkan perusahaan, bisa saling tawar menawar. Kalau misalnya dari sisi ketenagakerjaan, ya harus diutamakan orang-orang di sekitar tambang,” jelasnya.

Selain itu, kata dia, pihak perusahaan juga harus melibatkan pemerintah, dalam hal ini Gubernur dan DPRD Sulteng, sebab urusan tambang adalah ranah provinsi.

Sebelumnya, Tenaga Ahli (TA) Gubernur Sulteng Bidang Peningkatan Ketahanan Pangan, Pertanian, Perkebunan, Hortikultura dan Sumber Daya Alam, menyarankan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan terhadap pemodal tambang.

“Sebab pemodal ini menjadi salahsatu bagian terjadinya eskalasi bentrok. Kita minta pemodalnya diperiksa,” kata TA Gubernur Sulteng, Muhammad Ridha Saleh, dalam media briefing di Kantor Komnas-HAM Perwakilan Sulteng, Kamis (27/10) lalu.

Menurutnya, polisi harus mencari tahu pemodal-pemodal yang terlibat memicu eskalasi bentrok, supaya masyarakat tidak dianggap satu-satunya pemicu.

Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng berjuang dalam memediasi pihak CPM dan Lembaga Adat Poboya untuk menuju skema yang lebih permanen. Dalam masa transisi, kata dia, ada dua solusi yang ditawarkan, yaitu pembentukan koperasi dan menyediakan material.

Ketua Komnas-HAM Perwakilan Sulteng, Dedy Askari, juga memohon kepada masyarakat untuk bersabar menuju skema yang lebih permanen.

“Bagaiman mau mempercepat perwujudan skema permanen bila selalu saja ada peristiwa seperti ini,” pungkasnya. (RIFAY)