POSO – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dari Fraksi partai Golongan Karya, Sahir T. Sampeali menyayangkan pemerintah pusat kembali akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar subsidi.
Selain kondisi masyarakat yang dinilai belum stabil akibat Pandemi Covid-19 yang sepenuhnya belum selesai, kenaikan harga BBM dinilai justru akan ikut mempengaruhi kenaikan harga sejumlah kebutuhan bahan-bahan pokok .
Ketua Komisi II DPRD Poso, Sahir T. Sampeali mengatakan, BBM bersubsidi yang selama ini diterapkan oleh pemerintah kurang tepat, karena belum dinikmati secara maksimal oleh masyarakat yang berhak untuk mendapatkannya, atau tidak tepat sasaran.
Menurutnya, dengan banyaknya tekanan atau penolakan masyarakat terkait rencana kenaikan harga ,pemerintah pusat seharusnya tidak perlu menaikan harga BBM, akan tetapi justru harus melakukan pengawasan terhadap penyaluran BBM subsidi agar tepat guna dan tepat sasaran.
“Kalau pemerintah pusat ingin menaikan harga BBM bersubsidi akibatnya sangat besar dan akan berdampak naiknya semua bahan pokok,nah, yang perlu pemerintah pikirkan, bagaimana efektivitas tepat sasaran dan tepat guna penyaluran subsidi BBM tersebut,” ucap Sahir T. Sampeali, ditemui media ini di ruangannya, Selasa (30/8).
Sahir menjelaskan, jika pemerintah dalam waktu dekat tetap memaksakan untuk menaikkan harga seluruh jenis BBM, maka secara tidak langsung sama saja dengan menambah beban perekonomian masyarakat yang tidak mampu, akibat harga bahan pokok akan ikut naik.
Diakuinya, meskipun ada kompensasi subsidi lainnya yang diberikan oleh pemerintah,seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), namun menurutnya belum bisa menjamin kesejahteraan bagi masyarakat.
“Bagaimana mau menekan angka kemiskinan kalau seperti itu,justru dengan naiknya harga BBM Subsidi hanya memberikan peluang orang untuk semakin miskin,” jelas Sahir.
Masih menurut Sahir, mengingat bantuan subsidi itu bersumber dari dana desa, yang menurut regulasi pemerintah 40 persen dari dana tersebut digunakan untuk penyaluran BLT. Dengan gambaran tersebut, diakui dengan sendirinya jika pemerintah dalam hal ini sudah mengklaim bahwa disetiap desa terdapat sedikitnya 40 persen orang miskin.
“Jadi solusi pemberian kompensasi itu kurang tepat dengan alasan untuk mengentaskan kemiskinan di negara ini,lebih parah lagi kalau pemerintah menaikan harga BBM subsidi,”tegas Sahir T. Sampeali.
Reporter : Mansur
Editor : Yamin