Oleh : Ade Arden (Ketua KPW STN Sulteng)
SASARAN Pandemik (C-19 ), tak mengenal kelas sosial tertentu siapapun akan dihantam. Kaum tani adalah bagian dari penerima dampak Covid 19. Walaupun, mereka tak berpergian ke luar negeri tempat virus itu mengawali keberadaanya. Sejak, Terbit peraturan pemerintah (PP) pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan Keppres penetapan kedaruratan kesehatan masyrakat, tentunya, ketersediaan medis dan ketersediaan pangan adalah menjadi solusi bagi kehidupan rakyat indonesia. Sebab, kesehatan, pangan dan lain sebagainya adalah tangung jawab Negara. Sebab, negara adalah pengatur kehidupan sosial masyarakat melalui kebijakan politik yang baik. Penetrasi pandemik yang begitu cepat menyebar membikin manusia kelabakan dihantui ketakutan penyakit mematikan, berakibat pada terganggunya aktifitas pekerjaan di pabrik oleh buruh serta masyarakat pedesaan (petani), Hingga melemahnya pendapatan ekonomi pada masyarakat secara umum.
Direktur Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) David Beasley, saat ini mendesak pemerintah di setiap negara untuk menghentikan ancaman KELAPARAN disebutkan akan menimpa 265 juta orang di dunia akibat pandemi virus corona (COVID 19). Jumlah itu sama dengan dua kali lipat dari sebelum pandemi virus corona (Kumparan.Com pertanggal 25 Aapril 2020). Kemudiaan katanya lagi, ada lebih dari 30 negara berkembang akan mengalami kelaparan dahsyat, dengan 10 negara di antaranya suda memiliki lebih dari 1 juta penduduk di ambang kelaparan. Dalam Diskusi Nasional yang di motori oleh “HKTI” bertema “peran pemuda mewujudkan ketahan pangan di tengah pandemi” Moeldoko selaku ketua umum HKTI menyampaikan bahwa FAO telah memberikan peringatan terjadi krisis pangan. Pun dia mengatakan produksi beras indonesia pada 2019 hanya 31,31 juta ton, turun 7,75 persen dari produksi 2018 yang mencapai 33,94 juta ton (Kontan.Co.id Minggu, 19 April 2020).
Artinya, kalau melihat angka produksi beras 2019 dengan 31,31 juta ton dari produksi tahun sebelumnya, Pada tahun 2018 mencapai 33,94 ton, Berarti terjadi penurunan pada tahun 2019 (31,31) di banding 2018 (33,94). Harus nya, Indonesia sejak dini mengantisipasi dampak kelaparan, kelangkaan pangan di masa pandemik.
Pesan penulis untuk khalayak, bahwa kondisi sosial masyarakat saat ini tidak lagi baik kawan! Mengutip apa yang di sampaikan oleh Robert Maltus, “Kemampuan manusia untuk berkembang biak itu demikian besar. Sehingga, selalu ada lebih banyak anak dilahirkan daripada yang tetap hidup. Pun, produksi makanan tidak pernah berjalan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk”. Ia coba menjelaskan, bahwa sejumlah besar manusia terpaksa mati dalam perjuangan untuk mempertahankan keberadaanya. Semoga tidak demikian adanya? Sebab, peran Negara adalah kunci baik tidaknya tatanan sosial kedepan.
Bagaiman Dengan Ketersediaan Pangan Sulawesi Tengah saat pandemi corona melanda ?
Terbitnya Surat Edaran (SE) Mentri Desa, Pembangunan Daerah Tertingal dan Transmigrasi (MENDES PDTT) No. 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Darurat Covid 19 serta penegasan padat karya tunai desa. Terbit pertanggal 24 Maret 2020. Di dalam surat edaran tersebut mencantumkan beberapa poin penting antara lain : Satu, membentuk desa tangap Covid 19, Relawan desa lawan Covid – 19. Kedua, pola padat karya tunai desa (PKTD) dalam upaya pencegahan pandemi virus corona secara swakelola menggunakan SDA dan SDM desa. Serta pekerjaan di prioritaskan untuk angota keluarga miskin, penganguran dan masyarakat marjinal lain. Ketiga, Perubahan APBD/APBDesa menggeser pembelanjaan bidang dan sub-bidang lain menjadi bidang penanggulangan bencana dalam keadaan darurat. Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (MENDES PDTT) Abdul Hakim Iskandar menjelaskan, secara umum terkait Bantuan Langsung Tunai (BLT) serta dana desa di berikan kepada penerima sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan berturut-turut. Hingga ditabulasikan total di berikan selama tiga bulan mencapai Rp1,8 juta. Dia menyarankan badan usaha milik desa (BUMDES) menyediakan kebutuhan pokok.
Berbagai macam kebijakan negara tersebut, dari sosial distancing, Karantina Wilayah, pembatasan sosial besar-besaran (PSBB), larangan mudik sampai dengan bantuan sosial, bantuan sembako, bantuan langsung tunai (BLT). Bukan tidak baik, Tapi satu langkah maju pemerintah. Menjadi pertanyaan kemudian tepat sasaran, atau tidak bantuan tersebut? Di tengah program itu menuai sorotan berbagai pihak masyarakat hingga pengambil kebijakan di tingkat desa (Kepala Desa). Entah itu soal carut-marut penyaluran bantuan Covid-19 pun tumpang tindih sikap Negara dalam kebijakan.
Provinsi Sulawesi Tengah terdapat sesar aktif Palu Koro berakibat pada potensi kebencanan alam. Seperti kita ketahui bersama, Terjadinya peristiwa 28 September 2018 menelan korban jiwa dan harta benda cukup besar. Hingga menghambat produksi petani. Semisal Kab. Sigi, Kab. Dongala dan Kab Parigi Moutong. Lahan sawah produktif terdapat kurang lebih 7.356 hektare tak dapat berproduksi. Oleh sebab, Pada tahun 2018 Sulteng termasuk daerah surplus beras di Indonesia mancapai 228.638 ton. Sementara pada tahun 2017 produksi beras sebesar 299.882 ton. (Sulteng Terkini.Com Pertangal 24 september 2019).
Kalau dilihat uraian berita di atas produksi beras Sulawesi Tengah mengalami surplus pada tahun 2018 dengan angka 228.638 ton, sedangkan pada tahun 2017 itu sebesar 299.882 ton, artinya lebih tinggi angka pada tahun 2017 (299.882) dari pada angka yang ada tahun 2018 (228.638). Tentunya,terjadi penurunan tahun 2018 dari tahun 2017. Kondisi produksi beras tersebut akan berakibat pada penyiapan pangan Sulawesi Tengah di masa pandemi Corona. Di sisi lain, ketidakpastian pemerintah pusat maupun daerah waktu berakhirnya virus corona (C-19).
Kepala dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Hortikultural Provinsi Sulawesi Tengah Trie Iriany menyampaikan bahwa ketersediaan pangan sulawesi tengah surplus beras yakni 94.981 ton sampai dengan bulan Juni (Liputan6.com, morowali pertanggal 10 april 2020).
Menjadi pertanyaan kemudian adalah : Bagaimana dengan Pandemi virus corona (COVID 19) sampai bulan juni tak jua berhenti? Pertanian adalah sumber pencaharian masyarakat sulawesi tengah, Dengan produksi Padi, kakao, kelapa, cengkeh, ikan laut dan lain sebagai nya. Pun, Menjadi garda melawan covid 19, Melalui pemenuhan pangan. Jika proses aktifitas petani berhenti, Maka tidak menghasilkan kebutuhan dasar terhadap manusia terkhusus masyarakat sulawesi tengah. Sebab, Kerja yang di hasilkan petani bagian terpenting dalam ketahanan hidup masyarakat secara umum.
Problem petani Sulawesi Tengah adalah: rendahnya tingkat produktifitas lahan pertanian, ketidak stabilan harga, dan soal mengelola usaha pertanian (MODAL).
Menjawab masalah tersebut, Tentunya pemerintah daerah melakukan langkah kongkrit sebagai solusi untuk petani dan ketersediaan pangan dalam jangka panjang. Menyikapi kondisi Pandemi virus corona saat ini, Pemerintah harus siapkan strategi yang baik. Pertama, penyiapan tanah, Banyak tanah negara di pedesaan terlantar. Alangkah baiknya jika dibuat perkebunan bersama (KOLEKTIF) sekaligus melakukan penanaman umbi-umbian dan apa saja yang bisa di konsumsi sebagai pengganti beras kalau terjadi krisis pangan. Kedua, pemerintah harus menyiapkan modal untuk mengelola usaha di desa agar sirkulasi ekonomi petani saat proses pandemi virus corana tetap berjalan. Ketiga, stabilitas pasar. Hasil produksi petani di pedesaan ketika di perdagangkan selalu mendapat ke anjlokan harga jual, Karna komoditi selalu mengikuti tingkatan harga dan saat petani melakukan produksi tergantung pada tanaman apa yang lagi melambung tinggi harga jualnya, Di lain pihak masi banyak tengkulak nakal sering cari keuntungan dari komoditi hasil petani. Ke empat, Tehnologi. Untuk meringankan beban petani saat mengarap lahan serta penguatan dan memudahkan informasi terkait sektor pertanian.***