Kita sebagai orang tua sering kali berkata, untuk anak apapun akan kita lakukan. Kepala menjadi kaki, kaki menjadi kepala, peras keringat, banting tulang semuanya itu tak lain adalah untuk anak-anak kita.
Jika menjadi orangtua yang kaya-raya pun, kalau bisa harta akan menanggung hidup hingga keturunan kesekian.
Sayangnya, di saat yang sama, kita lupa banting tulang juga agar anak kita tidak menjadi hancur lebur menjadi bulan-bulanan dihajar malaikat mungkar dan nakir di alam barzakh, akibat tidak mengenal Tuhannya.
Lupa menjaga anak kita agar tidak dibakar, mati, dihidupkan, dibakar lagi, mati lagi, dihidupkan lagi dan seterusnya di kampung yang bernama Neraka.
Begitu banyak kisah perebutan harta bahkan disaat orang tua masih berjuang untuk menghadapi sakratul maut. Itulah balasan dari anak-anak kita terhadap apa yang kita usahakan mati-matian jika tidak diiringi dengan menanamkan nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah SWT.
Yang paling menyedihkan adalah jika bukan ucapan terimakasih dan pelukan sayang yang kita terima saat berada di negeri akhirat dari anak-anak kita, tetapi pemandangan buruk dari siksaan yang mereka terima, kemudian anak-anak kita pun mengajukan tuntutan keadilan kepada Allah SWT atas kelalaian kita dalam membesarkan mereka yang tidak pernah berupaya untuk mendekatkan mereka kepada Tuhannya.
Rasa bangga kita akan pencapaian dunia, sementara mereka kosong terhadap agama, pada ujungnya sama sekali tidak membawa manfaat untuk akhir hidup kita dan akhir hidup mereka kelak.
Kita seringkali sudah puas ketika telah membekali anak-anak kita dengan pendidikan yang tinggi, makanan bergizi, kesehatan yang baik, fasilitas yang lengkap walaupun mereka tidak menjalan sholat lima waktu, tidak bisa membaca Al-Qur’an, tidak mengenal Allah SWT, tidak mengikuti Rasulullah SAW dan sebagainya.
Betapa bangganya orang tua yang memiliki anak yang fasih berbahasa Inggris walau tidak kenal huruf hijaiyah, kita senang anak kita banyak menghafal lagu-lagu walau tidak hafal surah-surah pendek Al Qur’an, kita bahagia anak kita banyak aktivitas kesenian atau olahraga walau tidak sholat, kita memuji kebiasaan anak menabung tetapi risih jika dia suka berbagi atau bersedekah.
Jika saat ini kita masih merasa kesulitan dalam mendidik anak, segera lipatgandakan semangat meminta kepada Allah.
Bukankah Allah yang sesungguhnya memiliki ‘Jiwa’ anak kita? Bukankah hanya Allah, Zat sebaik-baik yang memberikan hidayah pada seseorang? Percayalah, sebaik apa pun ikhtiar yang kita lakukan, niscaya anak kita tidak akan menjadi anak yang shaleh jika Allah tidak membukakan pintu hidayah untuk nya.
Dan yang paling penting adalah, jangan tergesa-gesa dalam berdoa. Bersabarlah dalam berdoa. Sabar yang dimaksud di sini bukan sabar dalam artian pelan-pelan dalam membacakan doa-nya, namun sabar dalam menanti hasil yang akan diberikan oleh Allah.
Janganlah kita tergesa-gesa meminta hasil yang instan kepada Allah. Sungguh Allah akan menguji kita, seberapa bergantung diri kita kepada-Nya. “Doa kalian akan dikabulkan selama tidak tergesa-gesa. Dia mengatakan, ‘Saya telah lama berdoa, tetapi tidak kunjung dikabulkan.’” (HR Muslim). Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)