Palu – Pengurus Besar (PB) Alkhairaat menegaskan nilai Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI) sebagai tempat berhimpunnya organisasi masyarakat Islam, tidak akan tercoreng dengan adanya insiden penangkapan terhadap oknum anggotanya dari Komisi Fatwa yakni Ahmad Zain An-Najah terkait dengan kasus terorisme, Selasa (16/11) lalu.
“Secara umum sikap Alkhairaat sama dengan ormas-ormas yang lain. Kita melihat, mendengar sehingga sesuatu itu terbukti, karena kita tidak bisa menghukum orang dalam keadaan tersangka kita tunggu dan lihat,” kata Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Alkhairaat Habib Ali bin Muhammad Aldjufri di Kota Palu, Senin (22/11).
Habib Ali Aldjufri menjelaskan jika sikap Alkhairaat akan mengacu pada keputusan yang diambil oleh MUI Pusat, tentang adanya insiden penangkapan itu. Sebab saat ini MUI diketahui telah menonaktifkan oknum anggotanya sampai ada ketetapan hukum yang berlaku.
Pada prinsipnya Alkhairaat menginginkan keamanan dan ketertiban dari hal-hal yang bisa mencemarkan nama Islam itu sendiri.
Karena itu Habib Ali mengingatkan bahwa Islam merupakan agama salam atau agama yang membawa perdamaian. Artinya ketika berhadapan dengan orang bukan untuk bermusuhan, melainkan untuk menjelaskan apa itu kebenaran.
“Sedangkan kita didalam berdialog pun diminta dengan cara yang baik, karena itu Alkhairaat melihat apapun yang meresahkan atau mengacaukan masyarakat adalah tidak dibenarkan,” jelasnya.
Olehnya itu Habib Ali mengimbau masyarakat maupun abnaulkhairaat, untuk tidak berspekulasi terhadap apapun dalam insiden itu, sampai dengan adanya pembuktian hukum secara benar.
Terpisah Sekretaris Jendral Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Tengah, Sofyan Bachmid menekankan bahwa manusia adalah tempatnya salah. Terhadap insiden itu akan menjadi pelajaranuntuk Majelis Ulama Indonesia pada masa mendatang.
“Tidak ada orang tidak pernah berbuat salah. Kita jadikan ini sebagai ujian bagi Majelis Ulama Indonesia,” tekannya saat dihubungi via telphone, Senin siang.
Ia merincikan penting bagi siapa saja untuk faham terhadap asas praduga tak bersalah, atau ketentuan yang menganggap seseorang dalam proses pemidanaan tetap tidak bersalah, sehingga harus dihormati hak-haknya sebagai warga negara sampai ada putusan berkekuatan hukum.
Sofyan menganalogi apa yang saat ini terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah implikasi. “Hal ini seperti pasien menyampaikan pada dokter tentang sakit kepala, padahal sakit kepala itu banyak penyebabnya bisa karena gangguan lambung atau tekanannya naik tetapi implikasinya langsung pada kepala, disini masyarakat langsung melihat ke intinya tanpa melihat banyak sekali kemungkinannya,” jelasnya.
Sementara merespon adanya seruan tagar bubarkan MUI, Sofyan menyayangkan hal-hal semacam itu. Sebab tidak pernah diberlakukan terhadap institusi maupun lembaga negara yang lain, saat terlibat kasus semacam itu.
“Apakah pernah misalnya ada seruan bubarkan institusi itu institusi ini setelah oknumnya melakukan kesalahan seperti ini, padahal penerapan hukum itu mencari kebenaran bukan kebaikan, baik itu subjektif benar itu universal, jadi tidak hanya baik saja tapi juga harus benar,” katanya.
Senada dengan itu Guru Besar Universitas Islam Negeri Palu sekaligus Ketua MUI Kota Palu, Prof Zainal Abidin menegaskan seruan untuk membubarkan tempat berhimpunnya ormas-ormas Islam yang sudah bersinergi bersama pemerintah sejak 1975 tidak memiliki alasan kuat.
“Dan sinergitas yang terbangun dalam membina umat ini sudah berjalan dengan baik, nah kalau dihubungkan bahwa ada oknum dalam MUI itu diduga melakukan tindakan yang bertentang dengan konstitusi atau melanggar peraturan lain saya kira bukan lembaganya yang salah tapi oknumnya,” tegasnya melaui sambungan telephone di Palu.
Ia menyampaikan agar seluruh masyarakat tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, sebab hingga saat ini terduga bersangkutan belum mendapatkan vonis atas perkara yang dituduhkan terhadapnya.
Majelis Ulama Indonesia sendiri baru akan mengambil sikap secara menyeluruh setelah adanya kepastian hukum dari pengadilan, meski begitu hingga kini MUI telah menonaktifkan sementara dari keanggotaannya.
“Nanti kalau sudah jatuh vonisnya demikian secara kelembagaan baru bisa dibuktikan apakah MUI yang terlibat atau oknum dari lembaga ini yang terlibat,” katanya.
Lebih jauh ia mengungkapkan MUI merupakan hanya satu diantara dari sekian banyak lembaga yang dimiliki negara, yang memiliki potensi untuk terlibat dengan kasus-kasus terorisme atau semacamnya. Karena itu ia mengatakan dalam membasmi oknum-oknum itu, tidak harus dengan cara membubarkan lembaganya.
“Jadi sedikitpun nilai itu tidak akan berkurang dari tubuh MUI, sebab masih banyak kebaikan-kebaikan didalam tubuh MUI sepertiu dari Alkhairaat, NU juga Muhammadiyah dan masih banyak lagi,” urai Prof Zainal. (Faldi)