PALU – Sejumlah ormas islam yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam Sulawesi Tengah kembali menggelar aksi menyikapi polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP), dengan menggelar unjuk rasa di DPRD Sulteng, Jumat (26/06).
Presidium Forum Umat Islam (FUI) Sulteng, Hartono Yasin Anda, menegaskan, kedatangan mereka untuk mengajak seluruh anggota legislatif, atas dasar kedaulatan rakyat Sulawesi Tengah agar menyatakan sikap menolak keberadaan RUU HIP dengan ada ataupun tanpa catatan sedikitpun.
“Kalau mungkin PKS dan Demokrat jelas. Tapi kami ingin anggota DPRD dari partai lain mewakili suara Sulawesi Tengah berani menyatakan ke pusat bahwa kami mewakili kedaulatan rakyat Sulteng, RUU HIP harus distop,” tegasnya saat melakukan dialog dengan Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulteng, Wiwik Jumatul Rofi’ah dan Anggota Komisi I, Budi Luhir Larengi.
Sebenarnya, kata dia, pihaknya juga ingin banyak partai lainnya, bukan hanya PKS dan Golkar.
“Tapi juga PDI-P. Kalau tidak salah sebagai partai pengusung RUU HIP ini dan sebenarnya najis yang ada di Indonesia sejak tahun 2020-an,” sambungnya.
Di tempat yang sama, perwakilan dari Tim Pembela Muslim (TPM), Harun Nyak Itam Abu, menyebut, ada keharusan untuk menangkap dan mengadili, bahkan tidak membiarkan para pengusul RUU HIP untuk tinggal di bumi Indonesia.
“Sebab kita semua sudah bersepakat bahwa pondasi atau dasar NKRI adalah Pancasila bukan trisila maupun ekasila,” tegas Harun.
Karenanya, ia meminta kepada pihak TNI untuk mengembalikan jati dirinya sebagai anak kandung rakyat Indonesia untuk menumpas dan tidak membiarkan paham PKI hidup di Indonesia.
“Dulu tidak ada orang yang berani mengibarkan Bendera Palu Arit. Sekarang dibikin kaos, malah ada petinggi republik ini yang menyebut itu sebagai tren anak muda,” katanya.
Hal senada juga dikatakan perwakilan TPM lainnya, Akbar Pangurisseng. Ia meminta kepada DPRD Sulteng agar ikut mendesak aparat untuk menangkap Anggota DPR RI yang mengaku sebagai PKI.
Menanggapi hal tersebut, baim Wiwik maupun Budi Luhur Larengi sepakat untuk menolak keberadaan RUU HIP.
Meski begitu, Budi Luhur menekankan bahwa ketidaksepakatannya tersebut merupakan pendapat pribadi sebagai anggota legislatif.
Selain menuntut pemolakan terhadap RUU HIP, massa aksi juga meminta kejelasan pengusutan kasus dugaan penganiayaan warga Poso yang dilakukan oknum aparat Satgas Tinombala.
“Kepada pembunuh Qidam Alfariski diproses menurut hukum yang berlaku, terserah nanti di pengadilan apakah keluarga akan memaafkan atau tidak. Itu akan dibuktikan,” tegas Harun. (FALDI)