PALU- Aliansi Masyarakat Lingkar Sawit Petasia Timur melaporkan PT Agro Nusa Abadi (ANA) atas aktivitasnya dinilai ilegal sebab tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah, Kamis(31/8).
Laporan tersebut diserahkan oleh Koordinator Aliansi Masyarakat Lingkar Sawit Moh. Arsad kepada staf Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati Sulteng dengan tanda terima laporan pengaduan masyarakat 001/AMLS/VII/2023.
Arsad menjelaskan, kedatangan mereka melaporkan adanya aktivitas PT ANA, sampai hari ini belum memiliki HGU.
“Laporan kami lebih ke aktifitas koperasi Bunga Sawit berada di lima desa yakni Desa Bungintimbe, Molino, Tompira, Bunta dan Desa Towara Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara(Morut),” kata Arsad turut didampingi mantan kades Bunta dan beberapa petani plasma.
Ia menduga, dalam pengelolaan koperasi tersebut terjadi tindak pidana korupsi, sebab sampai saat ini tidak ada tranparansi bagi hasil.
“Dugaan tindak korupsi tersebut lewat pemerintah desa menggunakan kewenangannya melalui koperasi ada nilai masuk disalurkan ke calon petani plasma tidak tranparan.
“Tidak masuk akal dalam setahun dana bagi hasilnya hanya Rp75 ribu pertahun ke setiap anggota koperasi plasma,” ucapnya.
Ia juga menilai, dimana logikanya perusahaan tanpa HGU bisa diwadahi oleh koperasi yang mana ada plasma di dalamnya.
Olehnya, dia berharap dari pihak kejaksaan, terutama kepala kejaksaan tinggi (Kajati) bisa menindaklanjuti adanya laporan tersebut.
“Sudah lebih 17 tahun adanya perusahaan perkebunan sawit beraktivitas tanpa adanya HGU,” pungkasnya.
Mantan Kades Bunta Alfred Pantilu, mengaku sepengetahuan dirinya sejak menjabat kades, PT ANA belum memiliki HGU.
“Sebab saya sendiri menyurati Badan Pentanahan Nasional (BPN) untuk tidak mengeluarkan HGU,” ucapnya.
Ia merasa prihatin pada masyarakat sekitar lingkar sawit tidak memberi dampak signifikan asas manfaat keberadaan perusahaan tersebut.
Ia mengemukakan, selama dirinya menjabat Kades tidak pernah mengeluarkan surat keputusan (SK) untuk pengurus koperasi.
Ia menyebutkan, dalam pengelolaan koperasi tidak adanya tranparansi, baik terkait rapat umum, rapat luar biasa dan laporan pertanggungjawaban.
“Intinya selama saya menjabat kades tidak pernah ada rapat,” kata Alfred.
Salah satu petani plasma Desa Bunta Jabar mengatakan, dana bagi hasil koperasi setiap tahunya berbeda-beda.
“Ada Rp120 ribu, ada Rp180 ribu, berbeda-beda setiap tahunnya,”katanya.
Ia mengatakan, pernah melakukan protes kepada pengurus koperasi atas tidak transparansinya mereka, atas berapa pendapatan koperasi dan berapa dibagikan kepada masyarakat petani plasma.
“Saya berharap dengan adanya laporan tersebut dapat ditindaklanjuti pihak kejaksaan, agar pengelolaan kedepannya lebih baik lagi,” imbuhnya.
Dikonfirmasi terpisah Humas PT ANA Robby Sakti, menyampaikan kerjasama kemitraan di PT. ANA dengan masyarakat berada di bawah naungan koperasi masing-masing desa, di mana tiap koperasi memiliki badan pengurus masing-masing yang dipilih melalui Rapat anggota.
“Terkait transparansi pengelolaan koperasi tentunya sudah diatur di AD/ART maupun kesepakatan RAT masing-masing koperasi yang kami juga tidak berwenang terlalu jauh mencampuri urusan tersebut,” terangnya.
Dia menyarankan onformasi ini lebih tepat diklarifikasi ke pengurus koperasi yang dimaksud.
Reporter: IKRAM/Editor: NANANG