PALU – Tim kuasa hukum dari Muhammad Marzuki meminta kepada penyidik Polda Sulteng agar segera mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) atas penanganan kasus yang dialami kliennya.
Kasus yang dimaksud adalah pencemaran nama baik terhadap Muhammad Marzuki melalui postingan dari akun Facebook (FB) bernama Nardi Multazam. Marzuki selaku Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tadulako (Untad) disebut memungut sejumlah uang kepada mahasiswa yang sedang mengikuti bimbingan skripsi kepadanya.
“Permintaan ini diamini penyidik. Satu atau dua hari ini penyidik akan mengeluarkan SP2HP,” ujar Rizal Sugiarto, salah satu tim kuasa hukum, Senin (04/10).
Lebih lanjut ia mengatakan, kliennya telah mengajukan tujuh saksi untuk dimintai keterangan oleh penyidik, Namun sampai saat ini, penyidik sendiri baru memeriksa pelapor dan satu saksi.
Ia pun meminta penyidik agar serius menangani kasus kliennya. Sebab, kata dia, pencemaran nama baik itu dilakukan terhadap tenaga pengajar dan bisa menjadi citra buruk dalam dunia pendidikan.
“Ini akan berdampak buruk dalam dunia pendidikan bila dibiarkan tanpa kepastian hukum,” katanya.
Kata dia, jika alasan lambannya penanganan kasus karena Polda terkendala melacak akun FB pelaku, maka pihaknya pun meragukan kemampuan IT di institusi kepolisian tersebut. Untuk itu, pihaknya sendiri siap membantu untuk memudahkan penyelidikan dengan mencari tenaga ahli Informasi Teknologi (IT) guna melacak akun tersebut.
“Tapi tentu sangat disayangkan bila kami yang lebih dulu menemukan identitas pemilik akun FB yang sudah tidak aktif tersebut. Tentunya akan menjadi preseden buruk bagi IT Polda,” katanya.
Di bagian lain, penyidik Cyber Crime Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) mengaku masih fokus melakukan penyelidikan terhadap pemilik akun FB Nardi Multazam.
“Dalam penyelidikan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lebih mengarah kepada akun yang dilaporkan,” kata Kasubdit Penerangan Masyarakat, Bidang Humas, Polda Sulteng, Kompol Sugeng Lestari, di Palu, Senin (04/10).
Ia mengatakan, penyidik lebih fokus terhadap akun yang mengekspos pencemaran nama baik itu. Apabila terungkap dengan sendirinya, maka saksi yang diperlukan tidak harus tujuh orang seperti yang diajukan pelapor.
“Kalau penyidik menganggap dua atau tiga orang saksi sudah cukup, tidak perlu lainnya,” katanya.
Sejauh ini, kata dia, kendala yang dialami penyidik karena akun tersebut sudah tidak aktif lagi. Untuk itu, kata dia, akan lebih baik lagi jika ada ahli IT dari pelapor untuk bekerja sama dengan IT Polda.
Reporter : Ikram
Editor : Rifay