LUWUK – Petani Desa Sukamaju I, Kecamatan Batui Selatan, Kabupaten Banggai yang tergabung dalam Kelompk Tani Maju Jaya kembali melakukan aksi blokir empat ruas jalan desa, yang digunakan sebagai jalan kantong produksi pertanian.
Aksi tersebut kembali dilakukan setelah sebelumnya juga dilakukan tanggal 10 Januari 2018 lalu.
Aksi blokir jalan itu merupakan puncak kemarahan warga kepada PT. Sawindo Cemerlang, yang menggunakan jalan tersebut untuk mengangkut hasil panen tandan buah segar dari lokasi perkebunan. Terlebih selama ini jalan itu menjadi sengketa antara petani dan perusahaan.
Ketua Kelompk Tani Maju Jaya, Wuryanto mengatakan berbagai upaya telah dilakukan oleh petani untuk mendapatkan lahan mereka kembali, mulai dari mempertanyakan lagi kepada pihak perusahaan, mengadukan kepada pemeritah desa, kecamatan sampai kepada pemerintah daerah Kabupaten Banggai.
“Kami sudah berkali-kali dialog dengan pemerintah dan juga perusahaan, namun tidak ada hasil,” keluh Wuryanto.
Dengan ketidakjelasan itu kata dia, petani dan masyarakat setempat berinisatif untuk menutup jalan.
“Lagi pula jalan-jalan yang kami tutup adalah jalan milik desa, bukan milik perusahaan,” tegasnya.
Terkait hal itu, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, Budi mengatakan dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 yang kemudian diubah menjadi undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan, telah mengamanatkan bahwa pihak perusahaan berkewajiban membangun kebun milik masyarakat.
Namun, di Kecamatan Batui dan Batui Selatan, tempat beraktifitas PT. Sawindo Cemerlang, yang diketahui anak perusahaan Kencana Agri, justru sebaliknya, kebun milik masyarakat tidak pernah dibangun.
“Artinya, pihak PT. Sawindo Cemerlang telah melakukan tindakan melawan hukum,” kata Budi.
Berkaitan dengan aksi yang dilakukan warga, Budi menegaskan Walhi telah menyatakan sikap mendukung aksi petani dalam merebut kembali tanah-tanah milik mereka, yang diserobot oleh perusahaan.
Walhi juga mendesak Pemerintah Kabupaten Banggai, untuk melindungi petani dalam memepertahankan wilayah kelolanya, dan memastikan ketersedian lahan-lahan untuk petani.
“Sudah jelas sebagaimana Undang-undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” jelas Budi.
Diketahui, sengketa lahan antara petani dan PT. Sawindo Cemerlang telah berlangsung sejak tahun 2011, ketika pihak perusahaan menggusur lahan-lahan masyarakat secara sepihak. Namun ketika petani dan pemilik lahan mempertanyakan tindakan ilegal tersebut, pihak perusahaan berdalih bahwa lahan-lahan tersebut akan dijadikan kebun plasma. Namun sampai hari ini kebun plasma itu tidak pernah ada. (YAMIN)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.