PALU – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengungkap sejumlah kendala yang dialami dalam melakukan pengawasan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yang sedang berjalan saat ini.
Salah satu tahapan krusial yang saat ini tengah berjalan adalah pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Tahapan ini sedang dilakukan oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), mulai 12 Februari sampai 14 Maret 2023.
Berbeda dari pemilu sebelumnya, di tahapan Pemilu 2024 ini, pencocokan data pemilih tersebut sudah menggunakan sistem elektronik bernama e-Coklit.
Keterbatasan jumlah personel Pengawas Kelurahan/Desa (PKD) yang tidak sebanding dengan jumlah Pantarlih, ditambah lagi dengan tidak adanya akses ke e-Coklit itulah yang dianggap menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga pengawas Pemilu.
Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Pendidikan dan Pelatihan, Bawaslu Provinsi Sulteng, Ivan Yudharta, mengatakan, di Sulteng sendiri terdapat sebanyak 2017 tenaga PKD dan 525 orang tenaga pengawas di 175 kecamatan.
“Bayangkan di 2017 kelurahan/desa, kami cuma masing-masing satu tenaga pengawas. Khusus untuk masa pencoklitan, di Kota Palu saja, satu kelurahan ada yang sampai 25, 30 bahkan 40 orang Pantarlih berdasarkan jumlah TPS. Ini yang diawasi oleh satu orang Pengawas,” ujar Ivan, saat menjadi pemateri pada kegiatan sosialisasi pengawasan partisipatif “Penguatan Pemantau Pemilu” di salah satu hotel, di Kota Palu, Selasa (14/02).
Untuk itu, kata dia, anggota Bawaslu kabupaten/kota beserta panwascam harus turun langsung, karena pastinya satu orang PKD tidak akan mampu mengawasi dan memastikan bahwa Pantarlih memang bekerja dengan benar.
Kendala lain adalah penggunaan sistem e-Coklit. Pengawas, kata Ivan, tidak akan bisa mengawasi karena tidak bisa mengakses e-Coklit yang dipegang oleh masing-masing Pantarlih. Setiap Pantarlih memiliki akun dan hanya mereka sendiri yang bisa mengakses.
Guna mengantisipasi hal itu, maka Bawaslu sendiri telah membuat ketentuan pengawasan proses coklit tersebut dengan melakukan uji sampel, per harinya sebanyak 10 untuk satu Pantarlih. Artinya, kata dia, jika ada 24 Pantarlih saja, maka harus 240 orang yang jadi sampel dalam sehari.
“Dan itu harus dilakukan karena kesulitan kita dalam mengakses data. Katanya ini semua untuk membantu penyelenggara, tapi problemnya kami tidak diberikan akses. Padahal kami penyelenggara juga,” ujar mantan Ketua Bawaslu Kota Palu itu.
Untuk itulah, kata dia, Bawaslu sangat membutuhkan stakeholder dalam hal melakukan pengawasan partisipatif karena saat ini hampir semua memakai sistem komputerisasi.
“Kemarin ada Sidalih, ada Silon, ada Sipol, sekarang ada e-Coklit, bahkan nantinya juga akan ada e-Rekap. Kita tidak tahu nanti mungkin untuk kampanye, apakah e-Kampanye atau mungkin akan ada e-Logistik juga,” tutupnya. (RIFAY)