Akibat Membiarkan Kemaksiatan

oleh -
Ilustrasi. Azab Allah kepada penduduk Kota Pompei akibat perbuatan maksiat. (Yotube/Jazirah Ilmu)

Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus. (HR Ahmad).

Membiarkan merajalelanya kemunkaran atau kemaksiatan akan mengakibatkan kerusakan. Kerusakan, atau azab yang terjadi akibat perbuatan maksiat atau munkar itu tidak hanya menimpa pelakunya.

Memang, kemungkaran tak akan pernah sepi dari kehidupan dunia ini. Jangankan di masa sekarang, di masa para nabi pun tak berhenti dilakukan oleh sebahagian orang, walau dicegah setiap hari. Karena itu, setiap diri kita mengemban suatu kewajiban untuk mencegah kemungkaran. Dan bukan suatu yang baik bila memilih diam terhadap kemungkaran yang terjadi di sekitar kita.

Penyimpangan dan maksiat, pada prinsipnya akan merugikan dan membahayakan pelakunya semata. Namun, ia dapat menyeret orang baik-baik karena suka bergaul dengannya dan menjadi temen dekatnya.

Fakta pun telah membuktikan, ada orang yang ikut diciduk pihak berwenang dan namanya tercoreng gara-gara kedapatan bersama orang-orang yang sedang asyik maksiat.

Realitas ini digambarkan Rasulullah saw. dengan sabdanya: Perumpamaan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum Allah dan orang-orang yang melanggarnya bagaikan suatu kaum yang berbagi-bagi tempat di sebuah kapal, sebagian dari mereka ada yang mendapatkan bagian atas kapal, dan sebagian lainnya mendapatkan bagian bawahnya. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal, jika hendak mengambil air, melewati orang-orang yang berada di atas mereka. Mereka berkata, “Seandainya kita melubangi bagian kita dari kapal ini, niscaya kita tidak akan mengganggu orang-orang yang berada di atas kita.” Apabila mereka semua membiarkan orang-orang tersebut melaksanakan keinginannya, niscaya mereka semua akan binasa; jika mereka mencegah orang-orang tersebut, niscaya mereka selamat dan menyelamatkan semuanya. (HR al-Bukhari).

Oleh karena itu kewajiban mencegah maksiat itu dimulai dari diri pribadi, keluarga, masyarakat hingga pemimpin secara luas. Di tingkat yang paling kecil, kemungkaran atau kemaksiatan yang terjadi di rumah itu merupakan tanggung jawab pribadi muslim, tidak bisa menyalahkan pemimpin.

Apalagi kini, banyak orang sudah berani mencari nafkah dan kekayaan dengan mengandalkan perbuatan mungkar atau jahat, seperti dengan menjual narkoba.

Tak peduli kemungkaran itu menghancurkan umat di segala dimensi secara besar-besaran. Umat yang sudah hancur kemudian akan ikut berperan menghancurkan yang lain lagi. Demikianlah kemungkaran itu terus menjalar dan meluas.

Akibat lebih lanjut, umat menjadi lemah tak berdaya. Keadaan tak diharapkan ini akan berpeluang dimanfaatkan oleh pihak lain untuk menghancur-leburkannya. Dalam keadaan demikian, orang-orang yang tak bersalah pun akan ikut hancur.

Keadaan umat seperti ini pernah diibaratkan oleh Rasulullah SAW sebagai suatu pelayaran bersama dalam suatu bahtera, yang mau dilubangi oleh sebahagian orang. Bila tidak dicegah oleh orang yang mengetahuinya, bahtera akan tenggelam, sehingga menenggelamkan semua penumpangnya.

Karena itu marilah kita berbenah, memulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan tempat kita berada untuk istiqamah dalam mengamalkan dan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga Allah SWT melindungi kita semua, Amin. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)