Akibat Cuaca Buruk Produksi Rumput Laut di Parimo Terganggu

oleh -
Kepala Bidang Usaha Budidaya, DKP Parimo, Made Kornelius

PARIMO – Cuaca buruk yang melanda Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah beberapa bulan terakhir, mengakibatkan produksi rumput laut milik petani terganggu.

Saat ini, pelaku usaha budidaya rumput laut tidak bisa berbuat banyak menghadapi fenomena alam tersebut.

Kepala Bidang Usaha Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Parimo, I Made Kornelius, Ahad (09/08), menuturkan, rumput laut yang dikembangkan para petani merupakan salah satu jenis biota laut yang sudah umum dikembangkan masyarakat.

“Curah hujan yang cukup tinggi menjadi salah satu penghambat, sehingga produksi tidak signifikan,” ungkapnya.

Namun, kata dia, meskipun cuaca buruk melanda Parimo hingga menimbulkan banjir di sejumlah kecamatan, kegiatan budidaya rumput laut terus berjalan, meski produksi masih cenderung stagnan.

BACA JUGA :  Bawaslu Parimo Buka Ruang Sengketa Pasca Verifikasi Faktual Kedua

Ia menjelaskan, saat musim penghujan disertai angin, tentunya akan ada gelombang besar, sehingga berpengaruh pada pertumbuhan rumput laut.

“Bisa saja dalam prosesnya, tanaman itu rontok ketika tersapu ombak besar terus menerus,” jelasnya.

Sebagai solusi agar perkembangan rumput laut di wilayah kerjanya bisa bertahan, pihaknya mengembangkan benih rumput laut menggunakan teknologi kultur jaringan yang dinilai mampu meningkatkan produksi panen dan kualitasnya.

BACA JUGA :  Night Run 2024, Cara BI Sulteng Perkenalkan QRIS ke Masyarakat

“Jika pengembangan ini berhasil, maka metode kultur jaringan bisa saja diterapkan ke daerah-daerah yang potensial, salah satunya Parimo,” terangnya.

Ia menuturkan, produksi komoditas rumput laut di Parimo tahun ini masih sama seperti 2019, yakni sekitar 13 ribu ton daun basah per tahun. Dua spesies rumput laut, yakni eucheuma cottonii dan jenis eucheuma spinosum yang dikembangkan petani setempat yang berkualitas ekspor dengan harga jual Rp18.000 sampai dengan Rp18.500 per kilogram jenis cottonii dalam bentuk daun kering.

“Untuk kepentingan bibit atau daun basah dijual seharga Rp2.500 per kilogram. Jenis spenusum dijual dengan harga Rp3.000 hingga Rp3.500 per kilogram daun kering dan daun basah seharga Rp1.500 per kilogram,” tutupnya. (MAWAN)