Membina Pelaku sebagai Proteksi

Lukman juga mengemukakan hal penting lain yang perlu ditempuh pasca berakhirnya operasi. Pembinaan terhadap terhadap pelaku kasus terorisme. Namun, bagi dia, hal itu tidak boleh dilakukan secara general seperti saat ini yang dilakukan oleh beberapa pihak dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Menurutnya, menyeragamkan konsep deradikalisasi pada semua daerah, hanya akan dapat diterima di beberapa kalangan.

Menurutnya, ada dua tipologi berbeda antara pelaku terorisme di Pulau Jawa dan Indonesia Timur.

“Pertama, tipologi pelaku teror di Pulau Jawa lebih disebabkan pengaruh ideologi luar negeri seperti Al-Qaeda. Sedangkan di bagian Indonesia Timur seperti Poso, Ambon serta Ternate lebih dikarenakan perlakuan yang tidak adil,” ungkapnya.

Bahkan, Lukman yang kerap kali melakukan pembinaan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, mengaku belum pernah secara langsung untuk melakukan deradikalisasi.

Sebaliknya, ia hanya melakukan pendekatan secara emosional terhadap para pelaku, baru kemudian mencari tahu keterampilan yang harus diperdalam oleh setiap individu. Sedangkan deradikalisasi masuk dalam tahapan terakhir pembinaan.

“Cara penanganan itu hati mereka dulu yang disentuh, setelah itu baru tangan artinya keterampilan, terakhir baru kepala dengan biasanya muncul atas permintaan mereka untuk diajarkan fiqih maupun keberadaan pancasila,” ucapnya.

Terakhir, Lukman menambahkan ikut melibatkan para mantan pelaku tindak pidana teror sebagai bagian dari upaya penanggulangan terorisme.

“Karena chemistry dengan mereka akan lebih cepat terbangun sehingga akan memudahkan proteksi dini yang dilakukan aparat maupun BNPT, dengan syarat pembinaan kepada mereka harus tuntas sebab jika tidak akan menjadi pintu masuk untuk orang mempengaruhi mereka dan merawat potensi itu meskipun kecil,” tambah Prof Lukman yang juga sebagai Mantan Sekretaris Jendral Pengurus Besar (PB) Alkhairaat.