PALU- Akademisi Universitas Tadulako (Untad) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebutkan merasa pesimis dalam penegakan hukum oleh kepolisian.

“Optimis itu harus dimiliki setiap orang, tapi dalam penegakan hukum oleh kepolisian saya pesimis,” kata Akademisi Untad Harun Nyak Itam Abu dalam diskusi diselenggarakan Komunitas Negarawan Ambyar dengan tema ” Wajah Hukum di tubuh Polri ” di Cafe Nagaya, Kota Palu, Jum”at (26/8) malam.

Dosen Fakultas Hukum Pidana Untad ini mengatakan, rasa pesimisis itu tidak tanpa alasan, sebab dalam penegakkan hukum sudah dirasakan dan dialaminya sendiri.

“Tidak usah jauh-jauh proses hukum kasus kematian Qidam Alfarizki Mowance yang ditembak oleh polisi hingga meninggal, saat ini gelap gulita,” tegas Harun.

Qidam didor karena disangka anggota dari kelompok teroris, di Desa Tobe, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso pada 9 April 2020 silam.

“Hukum tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Lihat saja hari ini Abu Janda, Ade Armando, Deny Siregar dan pendukungnya sudah berkali-kali dilaporkan tetapi sepertinya mereka tidak tersentuh hukum,” ucapnya geram.

Ia mengatakan, dengan terkuaknya peristiwa serta perbuatan Irjen Ferdy Sambo ke publik, institusi kepolisian harus berbenah dan hal ini juga ditegaskan Komisi III.

Lebih jauh kata dia, disiplin bangsa hanya bisa tumbuh apabila negara memiliki angkatan kepolisian yang baik. Kepolisian yang kuat ditetapkan oleh para pakar, jadi prasyarat penting dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Sebab di tangan Polisi yang kuat, jelas dia, undang-undang menjadi hukum yang hidup atau living law, dan sebaliknya d itangan polisi yang lemah Undang-undang menjadi barang yang mati.

“Untuk menjadi polisi yang baik ada lima syaratnya, seorang kader Polisi harus memiliki motivasi yang baik, harus didik jadi polisi yang baik, manajemen yang baik, sarana dan prasarana dan kesejahteraan anggota Polri,” pungkasnya.

Anggota Komisi III DPRD Sulteng, Muhaimin Hadi Yunus selama menjadi anggota dewan memiliki pandangan, wajah hukum di tubuh Polri masih tajam ke bawah tumpul ke atas.

Sebab selama dirinya, mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kapolda, Wakapolda serta jajarannya, selalu mendapatkan jawaban yang kurang mengasyikkan dan menyenangkan, baik RDP bahan bakar minyak (BBM) maupun pertambangan di Sulteng.

Olehnya dirinya bersama rekan DPR lainnya berupaya bagaimana mewujudkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) atau izin pertambangan rakyat (IPR), supaya melindungi masyarakat Sulteng dalam pertambangan.

Ia juga melihat prospek perjalanan Polri selama ini, kejadian di pusat, sebenarnya ini cerminan dari hulu ke hilir.

“Saya tidak mau lagi illegal mining BBM, narkoba, berarti ini jelas oleh Kapolri dari hulu sampai hilir ada terindikasi,” sebagaimana statement Kapolri, menyudahi.

Kasubdit 2 Eksus Ditreskrimsus Polda Sulteng AKBP Andik Ujariyadi, mengatakan, polisi juga hukum hidup, sepanjang masih melekat surat keputusan (skep) dan bajunya.

“Bagi mereka peristiwa terjadi saat ini di kepolisian harus diterima apa adanya , sebab faktanya memang begitu,” ucapnya.

Olehnya mereka meminta kepada semua pihak untuk mengawal dan meminta dukungan bisa lebih baik kedepan. ” Polisi juga manusia punya hasrat, kesalahan dan kekhilafan,” imbuhnya.

Reporter: Ikram/Editor: Nanang