Akademisi UIN Datokarama: Penghitungan Suara Secara Paralel Lebih Mengefisienkan Waktu

oleh -
Dr. Sahran Raden

PALU – Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden, mendukung teknis perhitungan suara secara paralel yang akan diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2024.

Menurutnya, penting mengatur metode penghitungan suara secara paralel oleh Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di TPS, dengan 5 surat suara.

“Pemilih akan mencoblos untuk Pilpres, Pileg DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan kabupaten/kota. Sehingga surat suara yang masuk diperkirakan lebih banyak. Maka perlu membuat penghitungan secara paralel agar waktunya lebih efisien dan cepat,” jelasnya.

Mantan komisioner KPU Provinsi Sulteng dua periode ini menjelaskan, sistem paralel berarti perhitungan suara di TPS dibagi dua, yakni pileg dan pilpres, lalu dilakukan perhitungan secara bersamaan.

Namun, kata dia, KPU perlu memikirkan dampak penghitungan secara paralel, antara lain terkait sumber daya KPPS.

“KPPS harus dapat dipastikan memiliki pengetahuan yang memadai berkaitan dengan tata cara dan prosedur penghitungan suara secara paralel ini,” katanya.

Selanjutnya, kata dia, mempertimbangkan luas lokasi dari TPS yang ada.

Lebih lanjut ia mengatakan, evaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 salah satunya adalah proses penghitungan suara yang membutuhkan waktu sangat lama dan menyebabkan banyak petugas KPPS yang mengalami kelelahan dan berujung kematian.

BACA JUGA :  Dema UIN Datokarama Palu Gelar Expo 4.0 Sinergity, Dorong Kolaborasi Mahasiswa

Selain penghitungan suara paralel, Sahran Raden juga mengingatkan perlu penegasan norma Peraturan KPU, terhadap pembentukan TPS di lokasi khusus yang berada di perusahaan tambang dan perkebunan, di mana pemilih tidak dapat memilih ditempat asalnya disebabkan oleh adanya kebijakan perusahaan yang tidak dapat memberikan izin saat pemungutan suara.

Menurutnya, hal ini pernah terjadi pada Pilkada tahun 2020 di Kabupaten Morowali Utara sehingga menyebabkan adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) hasil putusan Mahkamah Konstitusi.

Sahran juga menyoroti draf Peraturan KPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara, di mana pada ketentuan Pasal 10 ayat (3) pembagian tugas anggota KPPS untuk pemungutan suara yang selanjutnya diatur dalam pedoman teknis.

Sebaiknya, kata dia, tugas anggota KPPS diatur dalam Peraturan KPU, bukan pada pedoman teknis.

“Sebab tugas KPPS sangat erat kaitannya dengan kedudukan dan kewenangan KPPS di TPS saat hari pemungutan suara sebagaimana dalam Pasal 351 UU 7 Tahun 2017 bahwa ayat (1) pelaksanaan pemungutan suara dipimpin oleh KPPS,” jelasnya.

KPPS, lanjut dia, adalah organ penyelenggara pemilu yang menjalankan wewenang atas nama dan tanggungjawab sendiri.

BACA JUGA :  Relawan Cudy SAH Gotong Royong Bersatu Siap Menangkan 40 Persen Pilgub Sulteng

Olehnya, pelaksanaan tugas masing-masing KPPS yang dicantumkan dalam PKPU sebagai norma hukum administrasi dari organ penyelenggara pemilu dapat bertindak sebagai tergugat atau terlapor dalam proses pemungutan suara di TPS.

“Maka itu penting mencatumkan tugas KPPS dalam kedudukan yang tinggi pada Peraturan KPU,” kata Sahran, saat menjadi pemateri Focus Group Discussion tentang Perumusan Kebijakan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2024 yang diselenggarakan KPU Kota Palu, beberapa waktu lalu.

Ia menguraikan problem problem pemungutan suara pada pemilu 2019 dan pemilu-pemilu sebelumnya.

Kata dia, ada beberapa masalah pemungutan suara pada pemilu sebelumnya, antara lain adanya kekurangan surat suara dan tertukarnya surat suara antar dapil, masih banyaknya suket diterbitkan oleh Dukcapil untuk memenuhi hak memilih bagi pemilih yang belum memiliki KTPe.

Selajutnya, masih ada pemilih yang terlambat memilih karena tidak mendapatkan C6 dan Tidak punya KTPe, tidak punya A.5, masih ada DPT yang tidak ditempel di TPS saat pemungutan suara, masih banyaknya mobilitas pindah memilih.

Masalah selajutnya, urai Sahran, adanya penghitungan yang tidak cermat dan tidak teliti dari KPPS, TPS yang tidak aksesibel, masih adanya PSU di sejumlah TPS dan pemindahan data C1 plano ke form C1 yang tidak akurat ada kesalahan dan kekeliruan dalam pencatatan.

BACA JUGA :  KPU Touna Gelar Nobar "Tepatilah Janji" di Momen Hari Sumpah Pemuda

“Maka itu perlu ada kebijakan pengaturan regulasi pemungutan dan penghitungan suara yang dapat mengantisipasi terhadap permasalahan tersebut,” katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa Peraturan KPU dalam kedudukannya merupakan suatu kewenangan atribusi yang dimiliki KPU dalam rangka penyelenggaraan teknis pemilu yang didasarkan pada UU Pemilu.

“Jika kita berlandaskan pada teori perundang-undangan, maka ada yang disebut sebagai Teori Hierarchy of norm (stufenbau des recht ) dari Hans Kelsen, di mana norma hukum itu berjenjang dan berlapis lapis dalam suatu susunan hirarkis.

Norma yang di bawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi.

Kata dia, ajaran ini berlaku prinsip bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak dapat mengubah atau mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Materi yang seharusnya diatur peraturan perundang-undangan lebih tinggi, tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih rendah,” tutup Ketua PW ISNU Sulteng itu. RIFAY