PALU – Akademisi UIN Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden, memberikan tanggapan atas pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto kepada dua terdakwa Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong. Menurut Sahran, yang juga merupakan dosen Hukum Tata Negara UIN Datokarama Palu, langkah tersebut menimbulkan pertanyaan serius tentang independensi hukum di tengah dinamika politik kekuasaan.
Dalam pernyataannya, Sahran menilai bahwa hukum sebagai panglima dalam negara justru tampak tertatih-tatih ketika bersinggungan dengan kepentingan politik. Ia mencontohkan bagaimana penanganan kasus Hasto dan Tom Lembong terkesan tidak lepas dari intervensi dan drama kekuasaan.
“Peradilan tidak lagi tampak otonom dan mandiri saat berhadapan dengan kekuatan politik. Kasus Hasto seolah dipaksakan secara politis, sementara dugaan kriminalisasi terhadap Tom Lembong justru bisa saja merupakan bagian dari pesanan politik kekuasaan,” ujar Sahran Raden, Sabtu, (2/8) siang.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa abolisi dan amnesti yang merupakan hak prerogatif presiden dalam bidang yudisial kini menjadi anomali di tengah semangat penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Di satu sisi, kebijakan itu konstitusional. Namun di sisi lain, ia bertentangan dengan semangat penegakan hukum yang bersih dan bebas dari intervensi politik. Ini membuat rasa keadilan hukum terasa dicabik-cabik,” ungkapnya.
Menurut Sahran, kondisi ini menunjukkan bahwa hukum kerap menjadi alat kompromi politik dengan dalih menjaga persatuan nasional. Hal tersebut, katanya, sangat mengkhawatirkan dalam konteks ketatanegaraan yang seharusnya menjamin independensi kekuasaan kehakiman.
“Pertanyaannya, kapan hukum dan pengadilan di negeri ini benar-benar bisa berdiri secara otonom dan mandiri? Padahal sistem ketatanegaraan kita sudah mengalami reformasi konstitusional, dengan pembagian kekuasaan yang distributif,” ujarnya.
Ia pun mendorong agar pemerintah dan pemangku kebijakan memikirkan kembali desain penegakan hukum nasional yang benar-benar memenuhi asas keadilan hukum yang sejati, bukan hanya sebagai alat politik kekuasaan.