PALU – Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Palu, Dr. Lukman S Tahir menyatakan, senjata Alkhairaat dalam melawan penjajahan harus dengan konsep dan gagasan.
“Itulah gambaran Nasionalisme Habib Sayid Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru Tua, yang menjadi basis berpikir Alkhairat dan menjadi jati diri, ” kata Dr.Lukman S Tahir dalam dalam dialog kebangsaan virtual yang diinisiator Media Alkhairat Online, Sabtu (29/8).
Mantan sekretaris jenderal (Sekjen) Pengurus Besar (PB) Alkhairat ini mengatakan, Habib Sayid Idrus Bin Salim Aljufri ketika melawan penjajah itu lewat konsep dan gagasan.
“Jadi nanti kalau ada orang-orang Alkhairaat yang melawan penjajahan ke depan dengan perang, maka dia tidak mengerti dengan sejarah Nasionalisme Habib Sayid Idrus,” katanya.
Ia mengatakan, untuk mengetahui seberapa jauh spirit nasionalisme Habib Sayyid Idrus bin Salim Al-jufri, Lukman mengutip salah satu yang ditulis penulis Afrika Emerson yang menjadi di buku standar ketika berbicara nasionalisme.
Dalam buku “Empire to Notion” tersebut kata dia, menguraikan bagaimana nasionalisme di Eropa, nasionalisme di Arab dan nasionalisme di Asia, khususnya di Indonesia.
“Bila hal tersebut kita tidak pahami maka kita akan sulit memahami nasionalisme Habib Sayyid Idrus bin Salim Al-jufri. Sebab ini adalah masalah hubungan antara Islam dan masalah kebangsaan, ” ujar Akademisi IAIN Palu.
Ia menyebutkan, dalam bukunya Emerson menuliskan di Eropa ketika nasionalisme bangkit, peran agama disingkirkan dari kehidupan negara.
“Munculnya nasionalisme di Eropa berbarengan dengan pudarnya pengaruh serta peran agama,” jelasnya.
Lain halnya kata dia, munculnya Nasionalisme di Asia, ketika nasionalisme bangkit maka peran agama juga bangkit. “Indonesia sendiri mempunyai nasionalisme yang khas,” katanya.
Dia menambahkan, gerakan nasionalisme di Indonesia menjadi khas karena dipelopori oleh kaum santri, melalui peran ulama sepanjang abad 18-19 .
“Inilah kekhasan nasionalisme di Indonesia,” imbuhnya.
Untuk itu kata dia, ketika berbicara nasionalisme di Indonesia dengan konsep Arab maka akan berbeda dan keliru besar.
“Kejadian nasionalisme di Arab, seringkali di penetrasi oleh kolonialisme barat dan dibenturkan dengan kekuatan-kekuatan Islam,” sebutnya.
Dia menjelaskan lagi, seluruh tahapan perkembangan nasionalisme di Indonesia dipelopori oleh Islam. Jadi negara Indonesia ini tercipta oleh umat Islam.
“Ini sejarah dan fakta, sehingga merusak nasionalisme sama dengan merusak Islam,” tegas mantan Rektor Universitas Alkhairaat ini.
Hal ini Ini menurutnya, bisa dilihat nasionalisme awal ketika belum ada organisasi-organisasi sosial dan politik, salah satunya tempat untuk memperjuangkan kepentingan biasanya diorganisasikan lewat pondok pesantren surau atau lingkaran agama.
Lalu di 1900-an, ideologi modern dan tokoh-tokoh Islam muncul pada waktu itu. Mereka berpikir ketika melawan Belanda, tidak cukup dengan memikul senjata. Jadi perlu ada cara berpikir secara sistematis di mana melawan Belanda dengan kekuatan ide dan gagasan.
Dia menambahkan, ketahanan nasional di Indonesia ditimbulkan oleh tiga hal, ketiga hal tersebut bisa di breakdown ke Alkhairaat.
“Bila tiga hal tersebut dimiliki, Alkhairat akan memiliki ketahanan, tapi bila tiga hal tersebut tidak dimiliki Alkhairaat akan hancur,” ujarnya.
Hal pertama menurutnya, harus memiliki kesadaran tentang sejarah masa lalu. Sebuah bangsa akan besar dan memiliki ketahanan, jika memiliki kesadaran tentang sejarah masa lalu.
Kemudian yang kedua kita harus memiliki kebersamaan nilai, kebersamaan simbol yang kita junjung tinggi bersama. Bila hal ini tidak ada bangsa ini tidak akan memiliki ketahanan nasional.
Dan yang ketiga ada aspek kebanggaan nasional membuat warganya merasa bangga jadi warga negara.
“Konsep ini akan kita breakdown menjadi jatidiri Alkhairat tiga aspek inilah menjadi pandangan kita,” pungkasnya. (IKRAM)