PALU – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu mengecam tindak kekerasan yang dilakukan oknum aparat kepolisian terhadap tiga wartawan yang sedang meliput aksi penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, di Palu, Kamis (08/10).

Tiga wartawan yang mendapat kekerasan itu adalah Alsih Marselina (Wartawati SultengNews.com), Aldy Rifaldy (Wartawan SultengNews.co) dan Fikri (Wartawan Nexteen Media).

Ketua AJI Palu, Muhammad Iqbal, Jumat (09/10), mengatakan, sebagai wartawan ketiganya telah menaati prosedur dalam pelaksanaan tugas peliputan unjuk rasa dengan memakai Id Card sebagai identitas.

Mereka juga berada dalam barikade kepolisian saat melakukan tugas liputan. Seharusnya, kata Iqbal, di posisi seperti itu mereka bisa mendapatkan perlindungan, namun kejadian yang dialami ketiganya justru berbanding terbalik.

“Kami mengutuk keras tindakan represif polisi yang bertindak di luar batas dengan menganiaya rekan-rekkan kami dalam melakukan peliputan,” tegasnya.

Dia menilai kekerasan dan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian terhadap wartawan telah melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Di mana pada Pasal 8 menyatakan bahwa dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum,” ujarnya.

Tak hanya itu, lanjut dia, UU Pers juga mengatur sanksi bagi mereka yang menghalang-halangi kerja wartawan, di mana pada Pasal 18 disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Iqbal menyatakan, dirinya bersama anggota AJI Palu lainnya telah mendampingi korban melaporkan kejadian tersebut ke Bidpropam Polda Sulteng, Kamis (08/10) malam.

“Atas kejadian itu, AJI Palu mendesak kepolisian memproses tindakan kekerasan tersebut. Karena tindak kekerasan ini sudah yang kesekian kali terjadi di Kota Palu. Kami berharap sikap tegas dari penegak hukum agar peristiwa serupa tidak terulang,” harapnya.

Iqbal pun menyampaikan sejumlah poin pernyataan sikap atas kekerasan terhadap tiga jurnalis tersebut, yakni mengecam kekerasan yang dilakukan kepada tiga wartawan tersebut karena tindakan tersebut telah memberangus kemerdekaan pers.

Selanjutnya, mendesak Kapolda Sulteng memproses tindak kekerasan yang dilakukan oknum aparat dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera.

“Mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sebelumnya,” tambahnya.

Kemudian, mendesak Kapolri untuk menindak tegas personelnya yang bertindak sewenang-wenang dan menghalangi kinerja jurnalis yang dijamin Undang-undang Pers.

Berdasarkan kronologi resmi yang diterima AJI Palu, peristiwa ini terjadi ketika Alsih, Aldy Rifaldy dan Fikry sedang melakukan tugas jurnalistik meliput aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak UU Cipta Kerja di depan DPRD Sulawesi Tengah.

Saat bentrokan terjadi antara polisi dan mahasiswa. Ketiganya memilih menyelamatkan diri di barikade kepolisian. Namun sangat disayangkan ketiganya bukannya mendapat perlindungan malah sebaliknya dintimidasi dan dipukuli.

Padahal mereka sudah menunjukkan id card wartawan dan mengatakan kalau mereka adalah wartawan.

Namun, polisi itu meminta kepada kedua wartawan sulteng news itu untuk tunduk dan disaat itulah ketiganya mendapat kekerasan fisik dari polisi. Korban Alsih mendapat pukulan tepat di wajah yang mengakibatkan luka memar dan menimbulkan luka di pipi kiri. Sementara Adhy Rifaldy mendapat pukulan di bahu bagian belakang.

Sedangkan Fikri yang saat itu sedang mengambil foto polisi yang menangkap dan memukuli mahasiswa tiba-tiba didatangi seorang polisi tanpa seragam memakai buff dan topi. Polisi itu memegang tangannya dan menjatuhkan kameranya akibatnya kamera Fikri rusak di bagian viewfinder (tidak lagi berfungsi) dan lecet dibagian body kamera. (RIFAY)