OLEH: Mohamad Fadlian Syah*
Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup yang ada di dunia ini, tidak terkecuali manusia. Manusia sangat tergantung kepada air. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa tubuh manusia terdiri dari 70 persen air.
Manusia dapat bertahan hidup selama 7 hari jika tidak makan, tetapi jika tidak minum air maka manusia hanya dapat bertahan hidup selama 3 hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa air merupakan salah satu syarat untuk mengukur kualitas hidup manusia.
Di dalam kehidupan sehari-hari, kita sangat tergantung dengan air, air digunakan untuk minum, memasak, mencuci, dan lain sebagainya. Air yang dapat digunakan oleh manusia harus memenuhi standar 3B yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak beracun. Menurut Permenkes No. 492/Menkes/PER/IV/2010, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Air minum yang kurang aman menjadi penyebab utama beberapa penyakit dan kematian, sebagai akibat dari infeksi virus, polusi kimia, dan kebersihan/sanitasi yang buruk.
Sulitnya rumah tangga mengakses air minum akan berdampak pada keadaan ekonominya. Hal tersebut dikarenakan mereka harus menghabiskan banyak tenaga dan biaya untuk mengambil dan membawa air yang layak untuk minum.
Betapa pentingnya air bagi kehidupan manusia, sehingga menjadi tujuan keenam dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.
Kemudian lebih lanjut dijelaskan dalam beberapa target SDGs di tahun 2030 nanti diantaranya (1) mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua, (2) mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar di tempat terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok masyarakat rentan.
Namun, akhir-akhir ini tidak sedikit permasalahan timbul dari perilaku-perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap pengelolaan air di sekitar lingkungannya. Akibatnya buruknya kualitas air dan sanitasi, penyebabnya diantaranya pencemaran air, sumur-sumur yang tercemar, sumber mata air yang mengering dan sebagainya. Hal ini bisa disebabkan diantaranya limbah pabrik dan limbah rumah tangga.
Menurut metadata SDGs, air minum yang layak adalah jika sumber air minum utama yang digunakan rumah tangga adalah leding, air terlindungi dan air hujan. Air terlindungi mencakup sumur bor/pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung.
Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berupa air kemasan, maka rumah tangga dikategorikan memiliki akses air minum layak jika sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan. Sedangkan yang dimaksud dengan sanitasi layak adalah apabila rumah tangga memiliki fasilitas tempat Buang Air Besar (BAB) yang digunakan sendiri atau bersama rumah tangga tertentu (terbatas) ataupun di MCK Komunal, menggunakan jenis kloset leher angsa, dan tempat pembuangan akhir tinja di tangki septik atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau bisa juga di lubang tanah jika wilayah tempat tinggalnya di perdesaan (BPS, 2021).
KONDISI AIR MINUM DAN SANITASI LAYAK
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, secara nasional terdapat 90,78 persen rumah tangga yang sudah menikmati air minum layak, sedangkan sisanya sekitar 9,22 persen rumah tangga belum bisa menikmati air minum layak.
Hal ini berarti masih ada sekitar 9,22 persen rumah tangga yang berpotensi mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan mengkonsumsi air minum yang tidak layak.
Selanjutnya mengenai akses rumah tangga terhadap sanitasi layak, secara nasional sebanyak 80,29 persen rumah tangga mempunyai akses terhadap sanitasi layak, dengan kata lain masih ada sekitar 19,71 persen rumah tangga yang belum mempunyai akses terhadap sanitasi layak, atau ada sekitar 19,71 persen rumah tangga yang rentan terhadap penyakit yang disebabkan penggunaan sanitasi yang tidak layak.
Bagaimana dengan rumah tangga yang ada di Sulawesi Tengah? Menurut Susenas Maret 2021, di Sulawesi Tengah ada sekitar 88,51 persen rumah tangga yang telah menikmati air minum layak, sisanya sebesar 11,49 persen belum dapat menikmati air minum layak.
Sementara itu, sekitar 76,06 persen rumah tangga telah mempunyai akses terhadap sanitasi layak, sedangkan sisanya 23,94 persen rumah tangga belum mempunyai akses terhadap sanitasi layak.
Permasalahan masih cukup tingginya persentase rumah tangga yang belum menikmati air minum layak disebabkan diantaranya sekitar 8,89 rumah tangga masih menggunakan air yang tidak terlindungi seperti mengkonsumsi air yang berasal dari sumur tidak terlindungi, mata air tidak terlindungi dan air permukaan yang tidak terlindungi.
Sedangkan permasalahan masih adanya rumah tangga yang belum mempunyai akses terhadap sanitasi layak disebabkan dari total rumah tangga yang ada di Sulawesi Tengah sebanyak 18,16 persen masih menggunakan fasilitas tempat BAB di tempat-tempat yang tidak terjamin kebersihannya seperti MCK Umum/siapapun bisa menggunakan dan tidak mempunyai fasilitas tempat BAB.
Selain itu, kondisi sanitasi tidak layak bisa juga disebabkan dari total 81,84 persen rumah tangga yang memiliki fasilitas tempat BAB yang digunakan sendiri, bersama anggota rumah tangga tertentu dan MCK komunal ternyata ada sekitar 5,46 persen diantaranya masih menggunakan jenis kloset yang terdiri dari plengsengan dengan tutup, plengsengan tanpa tutup dan cemplung/cubluk.
Kendati fasilitas rumah tangga sudah mempunyai fasilitas tempat BAB yang sesuai dan jenis kloset yang sesuai pula, namun ternyata ada sekitar 8,49 persen rumah tangga diantaranya mempunyai tempat pembuangan akhir tinja yang tidak sesuai diantaranya di kolam, sawah, sungai, danau, laut, lubang tanah, pantai, tanah lapang, kebun dan lainnya.
Setiap rumah tangga berhak untuk mengkonsumsi air minum yang layak dan akses terhadap sanitasi yang layak, karena dengan demikian dapat menciptakan penduduk yang sehat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.
Oleh karena itu dibutuhkan peran semua pihak baik pemerintah maupun stakeholder terkait untuk berperan melalui tupoksi masing-masing seperti memberikan pendidikan kepada penduduk akan pentingnya konsumsi air minum layak dan akses sanitasi yang layak, memberikan bantuan kepada rumah tangga yang mempunyai keterbatasan ekonomi untuk mengkonsumsi air minum layak dan akses sanitasi layak, membangun MCK komunal yang representatif, serta yang lebih penting adalah kesadaran masyarakat untuk selalu hidup sehat.
*Penulis adalah ASN BPS Provinsi Sulawesi Tengah