Air Mata Pengakuan Dosa

oleh -
Ilustrasi. (Youtube/Desa Akhirat)

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah RA bahwa kelak pada hari kiamat Allah SWT akan memberikan perlindungan kepada tujuh (golongan) orang.

Salah satunya adalah golongan orang yang ketika berdzikir kepada Allah berlinang air matanya sebagaimana disebutkan dalam penggalan hadits berikut ini:   “Seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.”

Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy dalam kitab Fathul-Bâri mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan dzikir adalah mengucapkan dan memperbanyak kalimat-kalimat seperti: subhânallâhi, alhamdulillah, lâ ilâha illallâh, allâhu akbar. Atau berupa doa-doa untuk kebaikan dunia dan akhirat, termasuk juga memohon ampunan kepada Allah dan pertolongan-Nya.

Membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits dan melakukan shalat-shalat sunnah juga termasuk dzikir. Jadi makna dzikir sebenarnya sangat luas.

Kesemua bentuk dzikir tersebut sangat baik apabila dilakukan dengan khusyu’ dan penuh penghayatan. Apalagi jika disertai dengan derai air mata yang menunjukkan kesungguhan berdzikir kepada Allah SWT.

Allah suka melihat derai air mata hamba-Nya yang bersugguh-sungguh dalam berdzikir kapada-Nya. Tetapi memang tidak setiap orang pada setiap saat dapat berdzikir dengan menangis. Suasana hati atau jiwa sangat berpengaruh apakah seseorang dapat menangis atau tidak ketika berdzikir.

Untuk itu, ada beberapa teknik agar dalam berdzikir seseorang dapat lebih menghayati sehingga bisa menderaikan air mata.

Sebagai contoh misalnya, ketika memohon ampun dengan mengucapkan astaghfirullahal adzim, kita mengucapkan kalimat itu sambil mengingat kembali satu per satu dosa-dosa yang pernah kita lakukan terutama dosa-dosa besar seperti durkaha kepada kedua orang tua, meninggalkan shalat, korupsi, menipu, menyakiti orang dan sebagainya.

Jika cara ini dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti akan menghasilkan suatu penghayatan yang berkualitas tinggi.

Istighfar akan memiliki pengaruh yang besar atau tidak sama sekali terhadap diri sendiri. Hal itu sangat bergantung pada bagaimana kita dapat menghayati setiap kalimat yang kita ucapkan.

Misalnya, kita mengucapkan kalimat istighfar sebanyak 33 kali dalam satu majelis, bisakah kita secara serius mengingat kembali sebanyak 33 dosa di masa lalu yang telah kita perbuat? Atau mengingat kembali beberapa dosa saja secara serius dan mendalam serta berulang kali.

Jika hal ini mampu kita lakukan dengan baik, pastilah derai air mata menjadi keniscayaan.

Hal itulah yang membedakan istighfar yang dilakukan seorang hamba Allah yang bersungguh-sungguh dengan istighfar seorang hamba yang hanya bisa mengucapkannya namun tanpa penghayatan sama sekali karena bisa jadi ritual istighfar dilakukan hanya sebagai ritual lisan belaka tanpa mencoba memahami makna dan konsekwensinya, yakni pertobatan yang tak akan diulang kembali.

Dalam kaitan itu, Rabi’ah al ‘Adawiyah, seorang sufi perempuan asal Basrah Irak yang sangat terkenal pernah mengatakan: “istighfar kita membutuhkan istighfar lagi!” Maksudnya adalah jika istighfar hanya sebatas perbuatan lisan tanpa diikuti perbuatan hati berupa penyesalan yang mendalam; juga tanpa adanya perbuatan akal budi berupa kesadaran untuk tidak mengulangi lagi; serta tidak terwujudnya pebuatan nyata berupa tidak terulangnya kembali dosa yang sama, maka istighfar seperti itu merupakan tobatnya para pendusta.

Atas dusta itu, maka perlu dilakukan istighfar atas istighfar yang penuh dusta tersebut.

Allah SWT menyukai orang-orang yang dalam berdzikir kepada-Nya menderaikan air matanya. Namun, perlu dicatat bahwa yang paling disukai Allah adalah dzikir yang disertai tangis yang dirahasiakan dan bukan tangis terbuka yang seolah-olah dipertotonkan kepada publik.

Tangis terbuka seperti ini jika tidak berhati-hati dalam melakukannya bisa mengundang rasa pamer atau riya’ yang sudah pasti Allah tidak menyukainya. Ibadah dzikir itu baik, namun jangan sampai hal itu justru membuat kita terjebak dalam kemaksiatan yang tidak perlu.

Mudah-mudahan menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasa berdzikir kepada Allah SWT dengan cara yang sebaik-baiknya sebagaimana yang diajarkan baginda Rasulullah Muhammad SAW, yakni berdzikir dengan penuh khusyu’, kesungguhan dan kerendahan hati serta jauh dari sikap riya’. Mudah-mudahan pula kita senantiasa dimudahkan oleh Allah SWT dalam mengikuti jejak beliau. Amin. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)