PALU – Pakar Ekonomi Universitas Tadulako (Untad) Palu, Dr. Ahlis Djirimu mengatakan, tanpa adanya kenaikan harga Bahan Bakar Mineral (BBM), angka kemiskinan pada Tahun 2022 diperkirakan sebesar 9,3% (per Maret 2022 sebesar 9,54%).

Dengan kenaikan harga BBM pertalite menjadi Rp10 ribu per liter dan solar 6.800 per liter serta pertamax menjadi Rp14.500 per liter diperkirakan akan meningkatkan kemiskinan pada tahun ini menjadi 9,9% atau naik 0,6%.

Namun dengan pemberian bantalan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU), kata dia, maka kemiskinan dapat diturunkan menjadi 9,0% pada Tahun 2022.

Ahlis mengatakan, bantalan sosial merupakan kebijakan pemerintah berupa bantuan dana untuk menjaga kestabilan daya beli masyarakat.

“Bantalan sosial diberikan kepada masyarakat yang terdampak lonjakan harga yang terjadi secara global,” jelasnya.

Pemerintah, lanjut dia, telah menyiapkan bantalan sosial tambahan sebesar Rp24,17 triliun bagi masyarakat di seluruh Indonesia.

“Ada bantuan Rp150 ribu yang diberikan selama 4 bulan untuk 20,65 juta Kelompok Penerima Manfaat Bantuan Subsidi Upah atau KPM BSU. Ada juga bantuan Rp600 ribu untuk 16 juta pekerja gaji di bawah Rp3,5 juta diberikan satu kali,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, ada pula dukungan Pemda melalui 2% Dana Transfer Umum (DTU), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk perlinsos, penciptaan lapangan kerja dan subsidi sektor transportasi, seperti ojek, angkutan umum, nelayan dan UKM.

“Dengan bantalan sosial ini kemiskinan tidak naik melainkan turun,” ujar Ahlis saat menjadi narasumber Rakor Daerah BPS Provinsi Sulteng dengan tema “Mencatat untuk Membangun Negeri Satu Data Program Perlindungan Sosial”, di salah satu hotel, di Kota Palu, Kamis (15/09).

Ahlis juga menjelaskan mengapa harga BBM harus naik. Ia menjelaskan, konsumsi dan subsidi BBM dinilai lebih dinikmati oleh rumah tangga mampu.

“Seperti solar, total subsidi dan kompensasi sekitar Rp143,4 triliun yang dianggarkan di APBN sesuai Perpres 98, 89 persen atau Rp127,6 triliun dinikmati dunia usaha, 11 persen atau Rp15,8 triliun dinikmati rumah tangga. Dari Rp15,8 triliun yang nikmati rumah tangga, ternyata 96 persen atau Ep15,01 triliun dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5 persen atau Rp0,79 triliun yang dinikmati oleh rumah tangga miskin petani dan nelayan,” ungkapnya.

Lanjut dia, total alokasi kompensasi pertalite sebesar Rp93,5 triliun yang dianggarkan di APBN, 86% atau Rp80,4 triliun dinikmati rumah tangga. Sisanya 14% atau Rp13,1 triliun dinikmati oleh dunia usaha dari Rp80,4 triliun 80% atau Rp64,3 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu dan 20% atau Rp16,1 triliun dinikmati oleh 4 desil terbawah.

Reporter : Irma/ Editor : Rifay