PALU – Hasil survei moderasi beragama pada mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, menyimpulkan adanya potensi kerentanan terpaparnya idiologi ekstremisme dan radikalisme di kalangan mahasiswa.
Survei dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UIN Datokarama Palu, dari tanggal 1 sampai 20 Juni 2024. Survei ini telah dipresentasekan di kampus UIN Datokarama, Kamis (25/07).
Ketua LPPM UIN Datokarama, Dr Sahran Raden, mengatakan, apabila dianalisis pada pendekatan kualitatif, maka ditemukan bahwa banyak faktor dari moderasi beragama yang berhubungan dengan opini adanya ekstremisme-kekerasan dan radikalisme-idiologis.
“Misalnya, jika ada yang menghina agama saya, maka saya akan menghina agamanya. Dalam kata lain, faktor-faktor tersebut menunjukkan adanya potensi terpaparnya mahasiswa pada idiologi ekstremisme dan radikalisme dan menjadi situasi sulit terhadap komitmen kebangsaan,” ungkap Sahran, kepada media ini.
Dosen Tata Negara di UIN Datakorama ini, menambahkan, dari hasil survei terdapat pula beberapa faktor yang relatif rentan dan dapat dikuatkan, yaitu faktor empati terhadap penganut agama lain (empati eksternal), dan empati terhadap aliran lain di dalam Islam (empati internal).
“Ini ditunjukkan dengan akan ikut jika ada yang mengajak menyerang rumah ibadat agama lain dan akan menyerang aliran keagamaan yang dianggap sesat,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, tingkat kerentanan pada unsur empati yang memfluktuasi nilai toleransi dan intoleransi, menunjukkan, bahwa secara sumber daya, UIN Datokarama Palu masih perlu memaksimalkan perannya sebagai PTKIN yang menjadi agen moderasi beragama.
”Hal ini berpotensi bisa tumbuhnya gejala ekstrimisme dan radikalisme, sehingga membutuhkan strategi operasionalisasi moderasi beragama yang terstruktur dan berkesinambungan,” jelasnya.
Menurutnya, moderasi beragama sebagai sebuah konsep, memang telah diterima dan diakui serta dirasakan kebutuhannya oleh UIN Datokarama Palu.
“Namun secara operasional dan praktik, masih jauh dalam pemahaman dan sikap moderasi beragama,” cetusnya.
Kata dia, walau dari segi kebijakan terbilang baru, namun sejauh ini sudah ada usaha UIN Datokarama dalam mempromosikan moderasi beragama dalam pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat, budaya organisasi dan kegiatan kemahasiswaan, serta KKN Tematik.
Namun, kata dia, tetap diperlukan panduan atau modul pedoman dalam menjamin keberlanjutan dan promosi moderasi beragama disertai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi yang terstruktur dalam mainstreaming moderasi beragama di UIN Datokarama Palu.
“Perlu ada pengintegrasian rumusan Renstra Institusi UIN Datokarama Palu dengan peta jalan moderasi beragama. Selain itu, perlunya penguatan struktur kelembagaaan moderasi beragama agar lebih leluasa dalam mengatur kegiatan dan anggaran untuk memastikan promosi moderasi beragama di UIN Datokarama Palu berjalan secara efektif,” jelasnya.
Survei yang dilakukan LPPM UIN Datokarama menggunakan mix methode; metode kuantitatif kepada populasi mahasiswa yang meliputi empat fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Fakultas Syariah, dan Fakultas Ekonomi Bisnis Islam.
Kategori populasi diambil secara acak (stratified random sampling) dari setiap sub kelompok fakultas dan tingkat semester II sampai VIII.
Dari 8015 populasi mahasiswa, sebanyak 381 sampel yang diambil, yang dilakukan secara acak berdasarkan fakultas, yakni Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 115 sampel, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam 100 orang, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah 90 orang, serta Fakultas Syariah 76 orang.
Studi kuantitatif dilakukan melihat indikator moderasi beragama, komitmen kebangsaan, toleransi, dan sikap anti-kekerasan sebagai faktor resiliensi terhadap opini pro-ekstrimisme kekerasan, dan penerimaan terhadap budaya lokal.
Pada indikator komitmen kebangsaan, hasil survei berada pada skor 66% atau kategori tinggi. Namun demikian terdapat responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju sebesar 34 % atau kategori rendah.
Indikator toleransi berada pada angka 55 % atau tinggi. Namun terdapat responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju sebesar 45% atau kategori netral.
Di bagian indikator anti kekerasan, diperolah angka 48% atau kategori netral. Terdapat responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju sebesar 52%, juga kategori netral.
Kemudian pada indikator penghargaan budaya lokal, diperoleh sebesar 64% atau kategori tinggi. Namun demikian terdapat responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju yang mencapai 36% atau kategori rendah. (RIFAY)