LUWUK – Arjuna pagi itu tampak bahagia. Dari atas perahu kayunya dengan kondisi laut yang begitu tenang dia berhasil menangkap gurita dengan bobot 2 kilogram.
“Gurita ini besar, tidak seperti tangkapan saya biasanya,” kata Arjuna sembari memperlihatkan hasil tangkapannya dari atas perahu.
Arjuna adalah nelayan perempuan asal Desa Uwedikan, Luwuk Timur, Banggai, yang sehari-harinya menangkap gurita. Sudah bertahun-tahun dia menangkap gurita dan baru kali ini dia mendapatkan hasil dengan bobot gurita tidak seperti biasanya.
“Senang saya rasa dengan hasil hari ini,” ujarnya.
Selain Arjuna, ada Anwar Pinios yang juga merasakan hal yang sama. Bobot gurita tangkapannya sangat berbeda dengan hasil tangkapan yang dia dapatkan sebelumnya.
“Saya tentu senang dengan hasil tangkapan sekarang ini. Memang tidak banyak, tapi bobotnya guritanya naik. Kalau gurita kecil pendapatannya sedikit, kalau besar dan berat hasil didapatkan juga banyak,” ujar Anwar Pinios.
Kegembiraan yang dirasakan Arjuna dan Anwar merupakan buah hasil kesepakatan nelayan dan masyarakat Desa Uwedikan untuk menutup lokasi tangkap gurita selama tiga bulan. Sejak ditutup pada 31 Oktober 2023 dan dibuka kembali pada 31 Januari 2024.
Nelayan gurita di Desa Uwedikan tidak berjalan sendiri dalam membuat kesepakatan mengenai penutupan sementara, mereka turut dibantu oleh Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) dan Kelompok Pengelola Usaha Konservasi (KomPAK) Uwedikan dalam mengelola wilayah tangkap di Desa Uwedikan hingga mencapai kesepakatan melakukan penutupan sementara.
Tutup Tiga Bulan
Masyarakat dan nelayan secara sepakat menutup lokasi tangkap gurita selama tiga bulan, dengan tujuan mendapatkan hasil tangkapan lebih baik lagi dari hasil tangkapan sebelumnya.
Penutupan sementara atau buka tutup lokasi tangkap gurita selama tiga bulan tujuannya untuk memberi pemahaman kepada masyarakat desa dan nelayan untuk mengelola wilayah tangkap mereka secara berkelanjutan, dengan menggunankan gurita sebagai pintu masuknya.
Penentuan lokasi buka tutup sementara berangkat dari pendataan hasil tangkapan nelayan yang dilakukan oleh enumerator desa, dan kemudian dipilihlah lokasi mana baik untuk ditutup, sesuai dengan kesepakatan nelayan
Tentunya, pilihan penutupan didiskusikan secara bersama oleh masyarakat dan nelayan yang tergabung dalam Kelompok Pengelola Usaha Konservasi (KomPAK).
Irham Summang, Ketua KomPAK Uwedikan mengatakan, sejak melakukan buka tutup lokasi tangkap gurita pada 2021, dampaknya memberikan hasil positif bagi nelayan, khususnya dari segi pendapatan yang turut membantu perekonomian nelayan membaik.
“Nelayan bisa merasakan sendiri hasilnya. Bobotnya naik dan pendapatan nelayan juga membaik,” jelas Irham.
Menurutnya, program penutupan sementara sempat diragukan oleh sebagian nelayan, tapi saat merasakan hasil dari penutupan. Nelayan merasa senang dan mulai terlibat secara aktif dalam melakukan penutupan sementara.
“Dulu beberapa nelayan ada yang ragu, tapi sekarang mereka mulai terlibat. Hasilnya juga sudah mulai dirasakan,” tutur ketua KomPAK.
Dia menambahkan, penutupan sementara tersebut, diibaratkan menabung di laut oleh nelayan, dan saat waktu pembukaan tiba, mereka bisa memanen secara bersamaan hasil tabungan mereka selama tiga bulan ditutup.
“Kami berharap penutupan tersebut, jadi program desa ke depannya, agar terus berlanjut dan membantu rumah tangga nelayan,” harap Irham.
Direktur Japesda, Nurain Lapolo mengatakan, buka tutup lokasi tangkap atau penutupan sementara secara sederhana memberikan pengetahuan dan penguatan kepada masyarakat, menjaga wilayah tangkap mereka dan secara mandiri mengelola potensi perikanan ada di desa.
“Potensi perikanan dikelola secara berkelanjutan akan memberikan dampak baik bagi masyarakat desa,” ujar Nurain.
Kata Nurain, selain memberi jeda hidup atau waktu perkembangbiakan gurita dalam habitatnya, penutupan sementara berfungsi menjaga ekosistem, salah satunya ekosistem terumbu karang yang merupakan rumah dari aneka biota laut salah satunya gurita.
Model penutupan sementara diterapkan oleh nelayan gurita di Desa Uwedikan ialah bagian dari kerja-kerja konservasi dilakukan oleh masyarakat pesisir untuk menjaga wilayah tangkap mereka agar tetap berkelanjutan.
“Praktik buka tutup dilakukan nelayan adalah bagian dari konservasi laut dapat memberikan sumbangsi positif bagi lingkungan,” imbuhnya.
Panen Tabungan Tiba
Setelah menutup tiga bulan lokasi tangkap gurita, akhirnya nelayan di Desa Uwedikan, Luwuk Timur, Banggai, bisa memanen hasilnya dengan riang gembira pada Rabu (31/1).
Dari catatan pendataan hasil tangkapan nelayan pasca penutupan sementara, hasil didapatkan sangat siginfikan. Berbanding terbalik dengan hasil tangkapan nelayan sebelum dilakukan penutupan sementara rata-rata hasil tangkapan nelayan berkisar antara 500 gram hingga 1 kilogram.
“Setiap kali lokasi dibuka, bobot gurita ditangkap naik. Tangkapan nelayan dari 2 kilogram sampai 3 kilogram,” terang Rahmat AP pendata lokal Japesda di Uwedikan.
Dalam catatan Rahmat, dari delapan orang nelayan gurita turun mencari gurita, terdiri dari 7 orang nelayan laki-laki dan 1 orang nelayan perempuan, berhasil mendapatkan gurita sebanyak 28 ekor.
Gurita ditangkap tersebut,dengan rata-rata tangkapan antara 2-3 kilogram dengan selisih waktu kurang dari 2 jam, sejak turun melaut pukul 8.00 WITA pagi dan kembali pada pukul 11.00 WITA siang. Dengan total tangkapan dikumpulkan sebanyak 42,7 kilogram dengan nilai jual sebesar Rp1.700.000. Jika dirata-ratakan, pendapatan nelayan dalam sehari sebesar 150.000 rupiah.
“Hasil didapatkan nelayan tersebut merupakan upaya kami menabung di laut,” ujar Irham.
Namun, meskipun sudah melakukan penutupan dan mendapatkan hasil tangkapan dengan bobot baik, nelayan masih saja dirugikan. Salah satunya mengenai informasi harga pembelian gurita kurang transparan dari pembeli atau pihak tengkulak di desa.
“Harga tidak pasti tersebut, membuat nelayan tidak bersemangat, karena kadang tangkapan bagus, tapi saat dijual harganya turun,” keluhnya.
Melihat adanya ketidakadilan tersebut, Irham bersama anggota KomPAK berinisiatif mulai membeli hasil tangkapan nelayan atau anggota KomPAK dan langsung menjualnya kepada pihak UPI (Unit Pengolahan Ikan) atau perusahaan. Kerjasama dagang antara perusahaan dan KomPAK diharapkan dapat membuka akses pasar adil terutama pada harga jual gurita berdampak pada nelayan.
“Kami mulai bekerjasama dengan perusahaan di Luwuk, salah satunya Aruna. Dan harganya lumayan jauh berbeda dengan pembeli ada di desa. Dan nelayan seperti saya dan nelayan yang ada di desa sangat senang tentunya dengan hasil yang sekarang,” tutup Irham. (**/IKRAM)